KURUNGBUKA.com – (27/02/2024) Pengalaman menulis, pengalaman menyerah atau membantah panik. Yang menulis kadang merasakan beragam tekanan, tuntutan, ancaman, atau kekhawatiran. Ia tidak sedang dalam misi terbesar hidup tapi mengetahui bahwa menulis adalah tindakan yang tidak biasa-biasa saja.

Artinya, pengerahan kekuatan, perhatian, waktu, dan bahasa diperlukan agar tulisan yang diharapkan selesai. Namun, selesainya tulisan tidak selamanya sesuai harapan meski sudah diusahakan sungguh-sungguh. Akhirnya, yang dirasakan adalah panik.

Peter Elbow bercerita mengenai kemampuannya menulis dan panik yang ditanggapi saat ia harus berurusan dengan tuntutan akademik: “Berhasil atau tidaknya saya menulis sepertinya hanya berhubungan dengan apakah saya menjerumuskan diri dalam kepanikan atau tidak.” Ia inginnya menulis bebas tapi mengerti sedang dalam posisi yang orang yang belajar dalam institusi pendidikan yang mengharuskan pengerjaan tugas-tugas tulisan.

Penjelasan: “Kadangkala tentang subjek tulisan, sesekali tentang persoalan pribadi, biasanya tentang terlambatnya saya menyerahkan makalah, dan takutnya jika tidak menyerahkan makalah.” Kita mengerti penulis, panik, dan tulisan.

Kita yang mengikuti jenjang-jenjang pendidikan mengalaminya. Tulisan berkaitan panik-panik yang harus ditanggungkan atau dimusnahkan. Situasi dan penjadwalan yang kadang menyiksa tapi tulisan-tulisan wajib diselesaikan tanpa jaminan mutu. Pengalaman menulis dan panik itulah yang nantinya memberi rujukan bagi orang yang menyadari liku-liku membuat tulisan.

Panik tidak seharusnya terlalu merugikan tapi sebaliknya bisa disiasati dalam tarik-ulur kekuatan dalam merampungkan dan memartabatkan tulisan. Yang dirasakan adalah kelegaan setelah penghindaran dari kejatuhan dan kalah akibat panik.

(Peter Elbow, 2007, Writing Without Teachers, Indonesia Publishing)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<