KURUNGBUKA.com – (13/02/2024) Pengalaman masa kecil menonton pelbagai pentas seni tradisional. Si bocah juga menikmati tontonan bioskop. Ia yang tidak betah di rumah, berkelana ke tempat-tempat yang membuatnya pesta imajinasi. Yang ditonton membentuknya dalam bertumbuh sebagai penulis atau seniman.

Berasal dari kampung tapi pernah singgah di beberapa kota memberinya campuran pengalaman dan keberanian memasuki dunia seni dan berlelah kata. Yang tidak minder tapi berupaya menikmati “panggung” dan “kertas”, menghadirkan diri dalam pergumulan cerita-cerita.

Ia bernama Akhudiat. Yang mengingatnya orang-orang pertunjukan dan sastra. Sosok yang menyangkal lelah. Penjelasannya: “Di samping artikel, drama, puisi, juga saya tulis cerpen dan terjemahan apa saja dari bahasa Inggris.” Ia tidak mau dalam kesibukan yang tunggal.

Siasat yang diterapkan: “Jika inspirasi melompong dan pikiran macet rasanya, tangan tak bisa menulis apa pun, saya cari buku atau majalah berbahasa Inggris dan menerjemahkan.” Ada yang dikerjakan dengan kata-kata, tidak ada secuil alasan untuk berhenti dan malas. Kita yang menyimak pengakuannya dibuat kagum tapi pastilah Akhudiat memiliki jeda-jeda.

Akhudiat (2003) mengungkapkan: “Merujuk masa primordial, ketika rumah (nenek moyang) kita adalah gua, para lelaki adalah pemburu binatang dan perempuan menyimpan daging buruan, mengumpulkan bebuahan atau mulai menaburkan biji-bijian.”

Ia mengibaratkan diri sebagai pemburu, yang bergerak mencari binatang. Pulang, ia berkumpul lagi dengan keluarga. Pulang yang membawa cerita-cerita. Akhudiat mengartikannya “berbagi pengalaman”. Yang disampaikan itu mendekatkan lisan dan tulisan.

(Pamusuk Eneste (editor), 2009, Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang Jilid 4, Kepustakaan Populer Gramedia)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<