KURUNGBUKA.com – (04/02/2024) Penulis cerita memilih tempat (kota) untuk menguatkan kemauannya mencapai yang bermutu. Di kota, ia tak sekadar menulis. Di keseharian, urusan kebutuhan pokok harus terpenuhi dengan hitungan-hitungan cermat.

Penghematan dilakukan jika mengetahui ketersediaan dana dan waktu digunakan dalam merampungkan tulisan. Situasi yang dihadapi para penulis, yang mempertimbangkan uang, waktu, tempat, dan lain-lain. Kesusastraan dialami dengan keberhasilan atau kegagalan dalam penyelesaian buku cerita atau novel.

Kita mengetahuinya dari pengalaman Erskine Caldwell yang tinggal di suatu kota di Amerika Serikat. Kota dengan ongkos hidup yang mahal. Yang diungkapkan: “Aku masih makan roti gandum dan mengunyah keju di kamarku, tapi lebih sedikit. Dan, saat pergi keluar di tengah sore, aku membayar 10 sen untuk semangkuk sup buncis dan menghemat 15 sen dengan tidak membeli secangkir kopi.”

Ia berada di negara yang jauh. Kita pun mengetahui pengalaman para pengarang di Indonesia, yang berhitung uang saat menulis puisi, cerita pendek, atau novel. Menulis itu perwujudan hemat.

Yang terjadi dengan penghematan belum tentu sesuai misi. Keinginan menulis cerita di hitungan beberapa hari atau minggu mudah gagal. Artinya, masih diperlukan waktu yang lama meski sudah tabah dengan hidup irit.

Keluhan yang agak menyakitkan: “Namun, buku itu berjalan sangat lambat sehingga lebih banyak menghabiskan waktu dari yang seharusnya.” Bulan-bulan berlalu, tulisan belum selesai. Hemat masih bermakna, bukan kesiaa-siaan dalam biografi pengarang bakal teringat.

(Erskine Caldwell, 2004, Perjalanan Sang Penulis, Prisma Media)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<