Namanya Mazaya, biasa dipanggil Aya. Dia suka sekali baca buku, jadi sering dipanggil si kutu buku.  Eh, kata Bunda Ary Nilandary, penulis buku Keo dan Noaki, nggak boleh dibilang kutu buku. Kutu buku itu anak yang nggak suka baca buku. Harusnya, Aya dipanggil sahabat peri buku atau bahkan peri buku ya, hihi.

Aya suka baca buku misteri dan buku detektif. Saking seriusnya baca buku, dia sering tidak mendengarkan apa yang sedang orang ucapkan. Orang rumah sampai pusing kalau ngomong sama dia. Kayak ngomong sama tembok!

Dan, kamu tahu, dia juga kalau sedang baca, sering sekali sampai nggak memperhatikan hal lain. Jadi, sering ada kejadian aneh gara-gara Aya sedang baca buku. Kayak kejadian waktu itu, waktu Aya lagi baca komik di ruang tamu sambil makan wafer dari kaleng. Kalengnya ada di atas  meja tamu. Di sebelah kaleng wafer, ada toples makanan kucing milik Aldebaran, Milo. Aya asyik baca buku sambil mengambil wafer. Dia tidak memalingkan wajahnya sedikit pun ke kaleng di atas meja. 

“Pwahh! Tidak enak, apa ini?“ teriak Aya sambil meludahkan makanannya. Ternyata, eh ternyata, Mazaya tak sadar telah melahap makanan kucing Milo! Hihihi.

“Sekarang bagaimana rasanya, Aya? Kamu kok nggak mengeong-ngeong kayak kucing sih?” Kak Safira  menggoda Aya.

Mama dan Papa yang juga melihat kejadian itu pun tertawa.

“Ih, siapa sih yang naruh makanan Milo di meja tamu? Coba kalau dimakan sama orang yang lagi bertamu bagaimana?” omel Mazaya dengan muka cemberut.

“Eh, tadi Mama udah nyuruh kamu supaya taruh toples makanan Milo di belakang deh, jadi sekarang siapa yang salah?” ujar kakaknya sambil melirik Aya yang masih cemberut.

“Iya, iya… aku deh, yang salah!” jawab Aya dengan muka memerah.

“Makanya, lain kali kalau disuruh kayak gitu harus dilaksanakan. Jangan baca buku terus,” ujar Mama yang sedari tadi tertawa melihat kejadian yang baru dialami Aya. “Minum dulu, Aya!”

“Ngeong… ngeong…,” ledek Aldebaran.

Mazaya melotot marah.

***

Di sekolah, Mazaya selalu membaca buku juga lo.

Biasanya dia membawa tiga buku ke sekolah untuk dibaca. Sebenarnya, Aya bisa meminjam buku di perpustakaan sekolah, tapi dia bosan ke sana karena semua buku di perpustakaan sekolah telah dibacanya berkali-kali! Ya, buku di perpustakaan sekolah Mazaya memang tak terlalu banyak.

Saat pelajaran Bahasa Arab sedang berlangsung, Mazaya tak sabar ingin melanjutkan bacaannya yang sedang seru. Akhirnya, dia mengeluarkan salah satu novel yang belum selesai dibacanya. Jantungnya berdebar kencang memperhatikan Sayidah Lina.

“Eh, jangan baca. Kalau ketahuan bagaimana? Nanti disita lo!” tegur Neisha. Mazaya tak memedulikannya.

“Hei, Mazaya, dengarkan aku. Kalau kamu membaca saat pelajaran berlangsung nanti dimarahi oleh Sayidah Lina. Aku pasti juga akan kena marah.” Neisha kembali mengingatkan.

“Iya, sebentar saja. Lagi seru nih. Novel karya Bunda Ary Nilandari memang top!” celetuk Mazaya, sambil tetap membaca.

“Mazaya Alya! Mengapa malah membaca buku cerita? Ini sedang jam belajar,” tegur Sayidah Lina, guru Bahasa Arab mereka.

Mazaya yang sedari tadi membaca, kaget. Ia langsung gelagapan.

“Maaf, Bu, saya sangat penasaran dengan isi buku ini,” kata Mazaya. Sayidah Lina menggelengkan kepala.

“Baca buku bisa saat istirahat nanti, Mazaya. Sekarang, ayo fokus ke pelajaran dulu.” Sayidah Lina menyapu pandangan ke ruangan kelas, melihat apakah ada anak lain yang membaca buku juga atau melakukan hal lain.

“Oh ya, Mazaya, buku kamu serahkan pada Ibu. Kamu bisa mengambilnya Senin depan, saat pelajaran Bahasa Arab.”

Pelajaran Bahasa Arab memang hanya ada pada hari Senin pagi. Mazaya cemberut, tetapi dia tetap memberikan bukunya pada Sayidah Lina. Pelajaran dimulai lagi. Sayidah Lina kembali menerangkan pelajaran Bahasa Arab.

“Syukurin! Makanya, dari tadi kubilang. Benar ‘kan, akhirnya bukumu disita juga. Akhirnya, kamu tidak bisa membacanya saat istirahat juga ‘kan?” Neisha tertawa, sedangkan Mazaya hanya cemberut.

Huh, padahal cerita itu sedang seru-serunya. Mazaya harus penasaran sampai Senin depan lagi. Oh, Senin depan… cepatlah datang!

***

Hari ini, Aya bertugas menjaga adik bungsunya, Aldebaran yang baru berusia lima tahun karena Kak Safira dan Mama mau ke toko sebentar.

“Main, Kak!” rengek Alde.

Aya menggeleng. “Kakak mau baca buku!” jawab Aya yang ingin membaca novel detektif baru pemberian Papa. Ia langsung mengambil slime punya Kak Safira dan memberikannya kepada Alde untuk dimainkan.

Aldebaran kan gampang bosan kalau nggak ada yang diajak main.  Biasanya, kalau Mazaya  yang menjaga, Alde selalu dibiarkan. Kasihan, ‘kan. Beda sekali kalau Aldebaran dijaga Kak Safira, Mama, atau Papa, nggak mungkin dia dibiarkan sendirian.

Jadi, Alde langsung mengambil slime yang ada di wadah plastik dan menempelkannya ke rambut Aya sambil tertawa-tawa. Aya sama sekali tidak menyadarinya. Ia asyik baca buku di sebelah adiknya.

“Aya, rambutmu kenapa?!” Mama terperanjat melihat rambut Aya yang sudah lengket terkena slime warna biru toska begitu datang.

“Aya gimana sih, slime Kakak kok kamu tempelin di rambutmu?” Kakaknya marah.

Aya menoleh ke cermin dan terkejut melihat rambutnya yang penuh slime.

“Hwaaa! Dek Aldee! Kenapa slime Kak Safira ditempelin ke rambutku sih?!“ teriak Aya, histeris.

Anak itu pun langsung berlari ke kamar mandi dan keramas. Namun, sia-sia, slime tetap saja menempel di rambut Aya. Terpaksa Mama langsung memotong rambut sebahu Aya jadi pendek seperti anak cowok.

“Mama, aku maunya rambut panjang!“ rengek Mazaya, sedih.

“Makanya, kalau disuruh jaga Dedek Alde ya dijaga bener-bener. Dedek Alde masih kecil. Belum ngerti kayak gitu. Kamu sih, Alde malah dibiarin, jadi bosan ‘kan dia,” kata Mama dengan wajah cemberut.

“Mama senang kamu suka baca buku, tapi harus memperhatikan sekelilingmu juga ya. Dengarkan kalau ada yang bertanya atau saat Mama minta tolong sesuatu,” ujar Mama lagi.

Setelah  kejadian itu, Aya si Peri Buku jadi lebih berhati-hati kalau sedang membaca buku. Dia juga lebih memperhatikan kata-kata Papa dan Mama.[]