KURUNGBUKA.com – (10/06/2024) Ada yang menuduh bahwa penulis puisi itu diperdaya khayal. Tuduhan yang lain: puisi ditulis oleh orang yang melamun, yang tidak ada pekerjaan. Kita masih bisa mencatat tuduhan: yang membuat puisi berlagak memberi renungan-renungan hidup.
Sejak dulu sampai sekarang, mereka yang memberi tuduhan-tuduhan terhadap puisi ujung-ujungnya menanggapi orang-orang yang menulisnya. Pada saat para pembaca mendapat hikmah kehidupan dalam puisi tapi orang-orang yang suka menyerbu tuduhan-tuduhan tetap meremehkan puisi. Konon, puisi tidak ada urusan dan arti dengan kehidupan yang sebenarnya.
Sapardi Djoko Damono justru menjelaskan: “Pengalaman atau peristiwa sehari-hari bisa digunakan untuk menggambarkan suatu peristiwa begitu saja, tanpa ada niat untuk memberikan simpati atas yang diceritakan atau nasihat untuk pembaca.” Penjelasan yang membuat kita mengerti posisi dan misi “ringan” dari penulis puisi.
Kita menjadikan itu menyangkal tuduhan-tuduhan yang “memberatkan”. Yang mungkin terjadi, penulis puisi “tanpa berkomentar kecuali hanya untuk menyiratkan perasaan atau pikirannya.” Di situ, pembaca justru menemukan sikap hidup. Puisi masih teranggap penting untuk renungan.
Yang telanjur suka membaca dan mengutip puisi, hikmah atau renungan sering ditemukan meski belum tentu mudah diwujudkan. Puisi masih sumber meski pembaca tidak terlalu mengetahui penulisnya dan sikap hidupnya di luar sastra. Kita akhirnya terbiasa dengan puisi-puisi yang sebenarnya pergumulan hidup tapi disajikan “enteng” atau hampir menjadi curahan perasaan.
Puisi menjadi siasat bersikap atas hidup. Yang membaca dalam larik-larik akan merasakan persamaan dan perbedaan dalam puisi dan kenyataan.
(Sapardi Djoko Damono, 2014, Bilang Begini, Maksudnya Begitu, Gramedia Pustaka Utama)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<