KURUNGBUKA.com – (20/05/2024) Pengalaman bersama benda-benda, yang menentukan bobot pemaknaan membuat tulisan. Pada suatu hari, orang-orang mencukupkan dengan pena dan kertas. Raga yang memegang benda itu berubah dengan adegan jari-jari di mesin tik. Kita membayangkan orang memukul huruf-huruf, yang muncul di kertas.

Masa-masa “berat” atau “lelah” itu berlalu dengan kemunculan beragam teknologi-menulis. Tulisan-tulisan yang dihasilkan dengan beragam alat atau benda memunculkan pesona berbeda-beda. Pada saat tulisan terbit menjadi buku (cetak), jejak-jejak penulisannya perlahan kabur atau menghilang.

Haruki Murakami memiliki pengalaman yang menentukan: “Saat itu belum ada komputer dan program pengolah kata. Sehingga, kita mesti menulis dengan tangan, kata demi kata. Aku masih ingat betapa bergairahnya diriku. Yang terasakan sensasi yang menyegarkan ketika menulis.

Momen ketika aku menggoreskan pena ke permukaan kertas itu telah berlalu begitu lama.” Pada awalnya, ia percaya dengan pesona dan pikat kertas untuk tulisan-tulisan. Waktu dan raga berubah, cara membuat tulisan pun berubah. Namun, babak bersama kertas itu masih membekas.

Haruki Murakami memutuskan menulis cerita. Yang tertulis cukup panjang. Peristiwa masih teringat: “Semenjak itu tiap larut malam, sepulang kerja, aku duduk di meja makan dan menulis. Hanya saat itulah aku memiliki waktu luang untuk menulis, beberapa jam menjelang fajar.”

Benda, raga, waktu, dan tempat yang bersekutu dalam penciptaan cerita. Haruki Murakami memerlukan setengah tahun untuk merampungkan cerita. Cerita terbit menjadi buku, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berjudul Dengarlah Nyanyian Angin.

(Haruki Murakami, 2020, Seni Menulis, Circa)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<