KURUNGBUKA.com – (13/05/2024) Dunia menjadi miliknya setelah menulis novel-novel. Ia menjadi idaman bagi pembaca di dunia. Novel-novelnya berdatangan ke banyak negara, memberi pikat yang menempatkannya sebagai pengarang taraf dunia. Ia meraih penghargaan-penghargaan, bukti ketekunan menulis novel dan mengabarkan sastra untuk umat manusia di dunia.

Kita di Indonesia pun membaca novel-novel yang digubah Haruki Murakami. Nama yang cepat akrab dan melekat bagi ribuan pembaca. Konon, jumlah penggemar Haruki Murakami terus bertambah, dibumbui Nobel Sastra.

Yang terkenang Haruki Murakami (2007): “Sedari kecil, aku banyak membaca dan tenggelam dalam semesta novel-novel yang kubaca. Jadi, kalau aku berkata, tidak terdorong untuk menulis apapun, kedengarannya bohong. Tapi, memang aku merasa tidak berbakat menulis fiksi.”

Ia yang telanjur menyukai novel, memberikan dirinya kepada cerita-cerita yang ditulis Dostoyevsky, Kafka, dan Balzac. Ia mengerti selera terbaik dalam kesusastraan dunia. Murakami yang keranjingan membaca, yang mengaku tak sanggup menjadi penulis.

Pengakuan itu perlahan terbantahkan. Pada usia 29 tahun, dirinya mengalami babak terpenting: selamanya menjadi pembaca atau hadir sebagai penulis novel. “Tiba-tiba saja ada dorongan untuk menulis novel, aku merasa yakin bisa menulis novel,” ingatan babak awal. Ia mengerti tidak bisa setara atau bersaing dengan novel-novel persembahan para pengarang dunia.

Haruki Murakami lugu mengatakan: “lagi pula aku tak harus jadi raksasa kesusastraan.” Yang diinginkan adalah menulis novel. Mewujudkan novel itu janji besar setelah terhormat sebagai pembaca. Pada mulanya, ia mengaku nol dalam menulis.

(Haruki Murakami, 2020, Seni Menulis, Circa)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<