Perundungan tak henti-hentinya diterima Kekeyi, seorang tokoh publik yang melejit atas aksi lucunya saat berdandan. Perempuan kelahiran Nganjuk 25 tahun silam ini memang menyita perhatian publik semenjak berkreasi dengan balon berisi air. Ia menjadikan balon tersebut sebagai alat untuk merias wajahnya. Menggantikan fungsi spons untuk membaurkan alas bedak dan bedak dengan balon.
Kekeyi semakin populer. Seiring itu pula, ia kerap didapuk menjadi bintang tamu di kanal Youtube milik para selebgram dan artis papan atas. Tasya Farasya misalnya, pernah membuat video kolaborasi bareng Kekeyi. Keduanya ngobrol-ngobrol santai sambil membagikan tips merias wajah ke para penonton.
Tak hanya itu, Kekeyi juga semakin banyak menerima tawaran untuk mempromosikan produk dagangan. Ia bertugas memberikan ulasan yang meyakinkan agar para pengikut akunnya tertarik membeli barang tersebut. Dengan demikian, grafik penjualan pun meningkat.
Perempuan bernama lengkap Rahmawati Kekeyi Putri Cantika ini tidak hanya mereguk jutaan pengikut di akun Instagram dan Youtube-nya. Ketenarannya juga mendulang banyak hujatan. Ia tak bisa menghindar menjadi sasaran perundungan.
Para warganet menyerangnya dengan komentar-komentar negatif. Ini terlihat dengan banyaknya komentar tak pantas mampir di kolom komen akun milik perempuan yang baru-baru ini meluncurkanlagu terbaru. Perisakan itu kebanyakan mencibir bentuk fisik Kekeyi.
Para warganet dengan entengnya menggunakan jempol mereka untuk melayangkan umpatan kepada Kekeyi. Kekeyi dibilang bukan perempuan yang sempurna sehingga tidak layak menjadi terkenal dan menghiasi layar kaca televisi. Mereka mengomentari badan Kekeyi yang dianggap tidak sesuai dengan konstruksi sosial dan tidak mampu memuaskan visual para penonton. Cibiran macam ini sebenarnya bukan hanya diterima Kekeyi. Para perempuan juga kerap mendapatkan cacian dan celaan ketika memiliki bentuk fisik yang tidak ideal menurut pandangan masyarakat.
Selama ini komentar bernada miring tak jarang mendarat di telinga para perempuan yang dianugerahi bentuk fisik tidak seperti yang ditampilkan media massa. Publik memang sudah terlalu lama disesatkan oleh nilai-nilai tentang perempuan yang dibangun melalu agenda setting lewat media massa. Kita berulang-ulang dicekoki pemahaman bahwa perempuan cantik dan sempurna jika bertubuh langsing dengan tinggi badan semampai. Dengan mata belo dan beralis tebal. Hidung harus mancung. Kulit tubuh harus putih atau kuning langsat. Rambutnya harus hitam dan lurus sehingga enak dipandang saat tergerai. Ukuran payudaranya harus sintal, jangan yang kendor ataupun trepes.
Perempuan yang tidak memiliki semua ciri itu, maka ia seolah tak pantas dilirik dan diperlakukan secara baik oleh masyarakat. Semua indikator itu tentu diciptakan oleh konstruksi masyarakat dan ditunggangi kepentingan iklan. Iklan memang lebih sering menampilkan citra perempuan cantik berdasarkan standar kaum Barat yang berkulit putih. Celakanya, pemahaman seperti ini begitu langgeng dan semakin menyuburkan bisnis kosmetik serta alat-alat lain yang mampu mengubah wanita Indonesia untuk menyandang status cantik menurut kacamata sosial.
Karena itu, tak aneh rasanya jika produk-produk kecantikan yang mengusung klaim mencerahkan, memutihkan, melangsingkan, dan memuluskan kulit begitu laku diborong di pasaran. Para cewek berlomba-lomba untuk memenuhi tuntutan dari masyarakat. Berusaha menghilangkan gelambir di bawah dagu. Melakukan berbagai cara supaya ketiak tidak menghitam. Rela menahan perih saat mencukur bulu yang semakin lebat tumbuh di sekujur kulit agar tidak mendapat cercaan dari masyarakat. Karena masyarakat akan langsung merasa heran dan memincingkan mata ketika mengetahui perempuan tidak berkulit mulus.
Pokoknya, perempuan seperti tidak punya kendali atas dirinya. Semuanya telah diatur oleh masyarakat. Kebebasan direnggut. Tidak punya kuasa untuk memilih kebahagiaannya. Ini tergambar dari betapa nyinyirnya mulut orang-orang yang mengomentari tata cara berbusana Kekeyi dalam video klipnya. Warganet sibuk membahas bahwa dengan badan seperti Kekeyi, tidak cocok menggunakan gaun dengan aksen bertumpuk. Warna yang mendominasi gaun tersebut juga dirasa merusak pemandangan.
Begitulah, memang menjadi cantik atau tampan seperti yang dicitrakan media massa merupakan sebuah keistimewaan. Ketika sudah cantik atau tampan, setidaknya bisa memastikan diri sendiri terbebas dari celaan masyarakat. Ini tidak bisa dimungkiri karena masyarakat masih cenderung melihat seseorang berdasarkan tampilan fisik dan rupanya. Cantik atau tampan menjadi faktor yang sering kali lebih diutamakan. Faktor penentu seseorang dalam mendapatkan peluang dalam hidupnya. Tak usah dielak, praktik-praktik seperti ini masih kerap terjadi.
Dalam kualifikasi pekerjaan misalnya, masih kerap ditemukan poin yang mensyaratkan kandidat harus berpenampilan menarik. Supaya lebih bisa menggaet investor misalnya. Supaya fokus orang-orang teralihkan untuk memandang keindahan fisik dan muka. Lalu langsung meloloskan proyek-proyek besar. Tanpa lebih dulu menyimak bahan presentasinya.
Kita memang mudah sekali goyah atas hal-hal yang memikat mata sehingga dengan gampangnya menyingkirkan faktor-faktor lain seperti prestasi seseorang. Contohnya, kita akan lebih mengingat dokter Reisa Brotoasmoro sebagai dokter cantik daripada dokter yang berkiprah dalam bidang forensik. Karena kita tidak mau mengorek lebih jauh prestasi seseorang. Lebih fokus dengan apa yang ditangkap pertama kali oleh mata.
Semoga kita bisa menghargai eksistensi seseorang apa pun bentuk fisiknya. Karena setiap orang berhak mendapatkan hidup yang layak tanpa diskriminasi. Sudah banyak aksi merendahkan seseorang hanya gara-gara ia tidak memenuhi harapan kalian soal fisik yang ideal. Jangan pula menjadikan cantik dan tampan sebagai senjata untuk mengerdilkan orang lain.
Seharusnya kita semua memiliki kesempatan sama untuk menggapai setiap keinginan. Kita semua juga memiliki otoritas sendiri dalam menentukan bagaimana membawa diri ini, termasuk dari cara berbusana dan kegemaran yang dilakukan misalnya.