KURUNGBUKA.com, SERANG – Memeriahkan bulan bahasa, Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Provinsi Banten bekerja sama dengan Gramedia Cilegon dan Sastra Grasindo menyelenggarakan #CacahanBuku “Fakta Di Balik Fiksi Karya-karya Kang Maman” bersama Maman Suherman pada Senin (23/10/2023) pukul 14.00 WIB di Gedung Arsip lantai 4 DPK Provinsi Banten.
Acara dibuka oleh Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Provinsi Banten, Usman Asshiddiqi Qohara, S.Sos, M.Si. dan dihadiri oleh puluhan mahasiswa, Pegiat Literasi, Pengelola TBM, serta pembaca buku Kang Maman yang membludak mengisi ruangan sampai duduk lesehan.
Dalam sesi tanya jawab, Kang Maman tampak serius menanggapi pertanyaan salah satu peserta tentang bagaimana penulis yang berorientasi kepada materi.
“Ini yang mau saya lawan. Penulis bicara uang itu penting, karena literasi bukan hanya baca tulis, ada Literasi Finansial. Kita mesti paham soal ini agar kita tidak dibodohi produser, penerbit, atau pihak-pihak tertentu,” jawabnya.
Ia menerangkan karena hal itulah buku karangannya “Re dan Perempuan” belum juga difilmkan. Termasuk buku-bukunya yang lain.
“Saya pernah dikasih cek sama produser, saya suruh isi sendiri angkanya, berapa pun yang saya minta mereka bakal kasih, asal IP-nya jadi milik mereka,” jelasnya.
Intellectual Property (IP) atau kekayaan intelektual merupakan nadi bagi setiap pelaku industri kreatif. Pasalnya, saat ini pencurian tidak hanya berlaku dalam hal kebendaan namun juga dari segi ide. Intellectual Property sendiri merujuk pada kekayaan yang lahir dari kemampuan intelektual manusia.
“Gila aja, itu artinya saya menjual anak-anak saya dan saya tidak punya lagi hak atasnya, baik dalam bentuk apa pun. Karena pemahaman saya soal Literasi Finansial cukup baik, makanya saya sadar hal itu tidak bisa saya ambil,” jelasnya.
Selain itu, Kang Maman menyatakan bahwa dirinya bisa hidup dari menulis. Sudah ada 40 buku yang ditulis dan diterbitkannya. Namun meski begitu ketika buku-bukunya dibajak negara seolah tidak hadir.
“Tahun lalu, saya termasuk yang membayar pajak buku paling tinggi. Udah saya bayar, masih ada saja pegawai pajak yang ngejar. Tetapi, ketika buku-buku saya dibajak, negara tidak hadir. Cuma mau ambil uangnya aja. Ada buku bajakan saya dijual cuma dua ribu perak file PDF-nya. Sebagai penulis, saya terjebak di antara pajak dan bajak,” ucapnya tampak kesal.
“Saya pembayar pajak yang baik walaupun negara tidak mengakui penulis. Coba cek di kolom pekerjaan KTP kalian, tidak ada pekerjaan profesi penulis sampai hari ini, kalau dukun ada,” katanya disambut tawa peserta.
Ia menyayangkan dan mengutuk apa yang dilakukan para pembajak, karena mereka merugikan banyak buruh dan pekerja lainnya.
“Mereka membajak buku-buku sastra tanpa tahu apa dosanya. Kalau susastra kehilangan kejujurannya, maka bukan sastra lagi. Mereka mencuri hak para penulis dan orang-orang yang bekerja di penerbitan,” ucapnya tegas.
Setelah acara usai, Kang Maman membagikan lebih dari 120 buku untuk para mahasiswa, pegiat literasi dan para penanya, termasuk yang belum kesempatan mengajukan pertanyaan. (dhe)