KURUNGBUKA.com, JAKARTA – Intelligence and National Security Studies (INSS) lembaga think tank di bidang intelijen dan studi keamanan nasional, menggelar kajian mingguan terkait perkembangan demokrasi, khususnya di studi kasus Pemilu di Indonesia pasca reformasi dari tahun 1999-2019 pada Jumat, (23/06/2023).

Berlokasi di Cafe Kopi dari Hati and Toast by StepiA, Kota Jakarta Selatan. Menghadirkan narasumber dari berbagai lembaga dan kalangan, di antaranya dari Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem); Indonesia Public Policy & Government Affairs (IPPGA); dan Pusaka Pendar Jabar.

“Kualitas demokrasi bisa dilihat dari bagaimana Pemilu dijalankan, jika dijalankan dengan adil, transparan dan sesuai aturan Undang-Undang yang berlaku, maka demokrasi kita menuju ke arah yang lebih baik. Yang sulit bagi perkembangan demokrasi kita saat ini adalah terkait adanya peluang praktik kecurangan dalam proses Pemilu, yang dimana Pemilu ini menyangkut kepentingan kita semua sebagai rakyat sekaligus warga negara. Jika terjadi praktik kecurangan dalam Pemilu, maka kita sebagai rakyat yang akan sangat dirugikan,” papar Khoirunnisa Nur Agustyati, Direktur Eksekutif Perludem.

Dimulai pada 1999, Indonesia mulai memasuki babak baru dalam dinamika pemerintahan, pada tahun itu banyak kalangan menuntut reformasi, menuntut rezim yang berkuasa saat itu untuk membuka keran kebebasan demokrasi, pembenahan birokrasi dan mengubah beberapa aspek dalam sistem pemerintahan. Hingga rezim tersebut tumbang dan muncul era baru yang dikenal dengan orde reformasi.

“Demokrasi adalah milik semua kalangan, semua lapisan dan semua golongan. Oleh karenanya, sangat penting bagi kita untuk menjaga dan mengawal agar pemerintahan yang demokratis bisa dijalankan dengan baik dan benar. Salah satu unsur pemerintahan yang demokratis adalah adanya Pemilu, inilah yang berdampak dan memiliki pengaruh besar bagi kita semua, mulai dari pengusaha sampai rakyat kecil akan terdampak. Jangan sampai demokrasi yang telah kita raih dan peroleh saat ini justru malah dimanfaatkan bagi kepentingan segelintir sekelompok atau golongan, demokrasi adalah milik semua kalangan dan lapisan masyarakat,” jelas Arief Budiman, Ketua Indonesia Public Policy & Government Affairs.

“Kemarin kita sempat gaduh terkait pemilu sistem proposional tertutup atau terbuka yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi, tapi yang paling penting hari ini adalah bagaimana Pemilu yang demokratis, adil dan jujur bisa terlaksana sesuai peraturan yang berlaku. Apalagi telah kita lihat bagaimana dinamika Pemilu yang terjadi dari tiap periodenya, ini sangat menentukan nasib bangsa ke depan,” terang Budi Chrismanto Sirait, Akademisi dan Dosen Ilmu Politik Universitas Siliwangi.

“Kita jangan merasa bahwa kondisi demokrasi kita baik-baik saja, seolah tak ada masalah, khususnya di kasus Pemilu. Kita sebagai warga negara, apalagi kaum muda, mesti ikut serta dan memiliki peran aktif untuk menjaga marwah demokrasi, khususnya di kasus Pemilu. Sepertinya misalnya saja bahwa di dalam beberapa rilis berita dinyatakan bahwa ditemukan adanya Daftar Pemilih Tetap (DPT) fiktif dan tak sesuai. Kita ingin demokrasi kita berkualitas dan menghasilkan pemimpin yang berkualitas, maka mesti kita kawal bersama-sama,” jelas M. Yusuf Ramadhan, Direktur Pusaka Pendar Jabar.

Kami harap, dengan digelarnya kajian ini, masyarakat atau publik bisa lebih sadar tentang pentingnya mengawal dan menjaga hak-hak demokrasi yang kita miliki, khususnya di dalam penyelenggaraan Pemilu, kita berkaca dan belajar dari studi kasus dari tahun 1999-2019. Kita berharap, Pemilu yang diselenggarakan nanti, bisa dijalankan dengan fair, jujur dan sesuai Undang-Undang yang berlaku. Maka kesadaran untuk mengawal hal tersebut pun mesti kita tumbuhkan bersama,” harap Stepi Anriani, Direktur Eksekutif Intelligence and National Security Studies. (rls/dhe)