KURUNGBUKA.com – Film Dopamin mengisahkan pasangan suami istri, Malik (Angga Yunanda) dan Alya (Shenina Cinnamon), yang rumah tangganya mulai goyah setelah Malik kehilangan pekerjaan dan terjerat utang. Suatu hari, dalam perjalanan pulang dari wawancara kerja yang gagal, mobil Malik mogok di jalanan yang sedang hujan deras. Seorang pria asing bernama Arief (Anjasmara) datang menolong dan bahkan mengantarkannya pulang. Malik dan Alya yang merasa berutang budi hingga akhirnya mempersilakannya bermalam.
Namun, keesokan paginya, pria itu ditemukan tewas dengan jarum suntik di tangannya. Lebih mengejutkan lagi, ia meninggalkan sebuah koper berisi uang miliaran rupiah. Dari sinilah godaan dan konflik moral pasangan muda ini perlahan tumbuh antara kebutuhan, keserakahan, dan rasa bersalah.
Disutradarai dan ditulis oleh Teddy Soeria Atmadja serta diproduseri oleh Chand Parwez Servia, Riza, dan Mithu Nisar, film produksi Starvision dan Karuna Pictures ini tampil sederhana dalam jumlah karakter, tapi tetap berhasil menjaga intensitas ketegangannya. Durasi dua jam terasa padat, meski babak pertama sedikit terasa terlalu panjang.
Sebagai drama romantis yang ada sedikit unsur thriller-nya, Dopamin cukup berani menghadirkan kekerasan dan darah—hal yang sebenarnya sudah mulai banyak muncul di film Indonesia belakangan ini, meski belum menjadi arus utama. Chemistry Angga dan Shenina tetap kuat dan solid, terlebih karena keduanya pasangan suami istri sungguhan di dunia nyata. Namun, yang terasa janggal adalah karakter Malik. Penampilan dan gestur Angga yang terlalu bersih dan rapi membuatnya sulit dipercaya sebagai sosok suami yang sedang terpuruk ekonomi, padahal bisa saja mungkin dimainkan lewat potongan rambut yang awut-awutan agar terlihat lebih urakan. Sebaliknya, Shenina terlihat lebih meyakinkan sebagai Alya yang tampak putus asa dan realistis.
Salah satu aspek yang bisa lebih digali adalah tekanan sosial dari pihak keluarga. Dalam cerita disebutkan bahwa Malik dianggap tidak mampu menghidupi Alya oleh mertuanya, namun konflik ini hanya diucapkan sekilas tanpa diperlihatkan secara dramatik. Padahal, jika ketegangan ini ditampilkan lewat adegan atau dialog yang lebih nyata, motivasi pasangan ini untuk memanfaatkan uang misterius itu akan terasa lebih kuat dan masuk akal.
Di sisi teknis, Dopamin unggul lewat scoring dan musiknya yang berpadu mulus dengan suasana film. Nada-nada minor dan jeda senyap yang dihadirkan mampu memperkuat perasaan tegang sekaligus cemas. Sayangnya, penyelesaian konfliknya terasa terlalu mudah. Duel terakhir berjalan cepat tanpa bobot emosional yang berarti, dan bagian investigasi polisi di sepanjang film juga tampak kurang meyakinkan.
Meski begitu, Dopamin tetap menjadi tontonan menarik. Film yang mengajak penontonnya merasakan bagaimana rasa putus asa bisa membuat manusia mudah tergoda untuk menukar moral dengan kesempatan sekalipun harus melanggar norma dan aturan negara.
Skor: 7,5/10







