Keraton Agung berdiri megah di tengah kota tua, tempat kisah-kisah mistis dan legenda kerajaan Jawa berakar. Dinding-dindingnya tinggi, dibangun dari batu bata merah yang telah berusia ratusan tahun. Di balik dinding-dinding itu, berbagai rahasia tersimpan rapi, menunggu untuk dikuak oleh mereka yang berani.

Di salah satu sudut keraton, seorang gadis muda bernama Sari sedang berdiri dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Sari adalah anak dari seorang abdi dalem yang telah mengabdi di keraton selama bertahun-tahun. Meski hidup sederhana, Sari selalu merasa istimewa karena bisa tumbuh besar di dalam keraton.

Sore itu, saat langit mulai berwarna jingga, Sari mendekati sebuah dinding yang tampak berbeda dari dinding lainnya. Ada ukiran-ukiran halus di dinding itu yang tidak pernah dilihatnya sebelumnya. Ia mengusap permukaan dinding dengan jemarinya, merasakan teksturnya yang kasar namun penuh cerita.

“Kenapa kamu sering ke sini, Sari?” tanya Bima, sahabatnya yang juga seorang abdi dalem. Bima adalah anak yang ceria dan selalu ingin tahu, seperti Sari.

“Aku merasa ada sesuatu di balik dinding ini, Bima. Sesuatu yang kita tidak tahu,” jawab Sari sambil terus mengusap dinding itu.

Bima tertawa kecil. “Ah, kamu selalu saja dengan imajinasimu itu. Ini hanya dinding biasa, Sari. Tidak ada yang istimewa.”

“Tapi lihat ukirannya, Bima. Ini berbeda dari dinding lainnya. Aku yakin ada sesuatu di sini,” balas Sari dengan penuh keyakinan.

Sore berganti malam, dan Sari serta Bima harus kembali ke rumah masing-masing. Namun, malam itu, Sari tidak bisa tidur. Pikirannya terus melayang pada dinding itu. Ia merasa ada sesuatu yang menunggu untuk ditemukan.

Keesokan harinya, Sari memutuskan untuk kembali ke dinding itu dengan membawa lampu minyak dan pahat kecil yang dipinjamnya dari bengkel keraton. Ia yakin bahwa ia harus menemukan apa yang tersembunyi di balik dinding tersebut.

Saat matahari mulai tenggelam, Sari menyelinap kembali ke dinding itu. Dengan hati-hati, ia mulai memahat bagian-bagian kecil dari dinding. Suara pahatannya terdengar pelan, seolah-olah dinding itu berbisik kepadanya. Setelah beberapa saat, ia menemukan sebuah celah kecil. Dengan penuh semangat, ia terus memperlebar celah itu.

“Hey, Sari! Apa yang kamu lakukan?” Suara Bima tiba-tiba terdengar dari belakang.

Sari tersentak dan hampir menjatuhkan pahatnya. “Bima! Kau mengejutkanku! Aku… aku hanya mencoba mencari tahu apa yang ada di balik dinding ini.”

Bima menggelengkan kepala. “Kamu memang keras kepala, ya. Baiklah, biar aku bantu. Tapi, jika kita tertangkap, ini akan menjadi masalah besar.”

Dengan bantuan Bima, celah di dinding semakin melebar. Mereka terus bekerja hingga malam semakin larut. Akhirnya, mereka menemukan sebuah lorong sempit di balik dinding itu.

“Sari, kamu lihat ini?” tanya Bima dengan mata melebar. “Ada lorong di sini! Apa kita harus masuk?”

Sari mengangguk dengan penuh semangat. “Tentu saja! Ini kesempatan kita untuk menemukan rahasia keraton!”

Dengan membawa lampu minyak, mereka berdua memasuki lorong itu. Langkah-langkah mereka bergema di dinding batu yang dingin. Udara di dalam lorong terasa lembab dan sejuk, menambah kesan misterius tempat itu.

Setelah berjalan beberapa saat, mereka tiba di sebuah ruangan kecil. Di tengah ruangan, ada sebuah peti kayu tua yang tampak berdebu. Sari dan Bima saling berpandangan, lalu dengan hati-hati membuka peti itu.

Di dalam peti, mereka menemukan gulungan-gulungan kertas kuno dan beberapa perhiasan berharga. Sari mengambil salah satu gulungan kertas dan membukanya. “Ini… ini peta! Peta keraton dan sekitarnya. Lihat ini, Bima! Ada banyak lorong rahasia di seluruh keraton!”
Bima tercengang. “Ini luar biasa, Sari. Tapi kenapa peta ini disembunyikan di sini? Apa yang sebenarnya terjadi di keraton ini?”

Sari menggeleng. “Aku tidak tahu, Bima. Tapi aku yakin ada alasan besar di balik ini. Kita harus mencari tahu lebih lanjut.”

Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki mendekat. Dengan cepat, Sari dan Bima menutup peti dan memadamkan lampu minyak. Mereka bersembunyi di sudut ruangan, berharap tidak ketahuan.

Seorang pria tua dengan pakaian abdi dalem memasuki ruangan. Ia membawa lampu dan tampak memeriksa sekeliling. “Siapa yang berani masuk ke sini?” gumamnya dengan suara rendah namun penuh wibawa.

Sari dan Bima saling berpandangan. Mereka tahu bahwa pria ini pasti memiliki kaitan dengan rahasia keraton. Setelah pria itu pergi, mereka keluar dari tempat persembunyian mereka.

“Kita harus berhati-hati, Bima. Orang itu pasti tahu sesuatu,” bisik Sari.

Bima mengangguk. “Benar. Tapi kita tidak bisa berhenti di sini. Kita sudah terlalu jauh untuk mundur.”

Hari-hari berikutnya, Sari dan Bima terus menyelidiki rahasia di balik dinding keraton. Mereka menemukan banyak lorong rahasia, ruangan tersembunyi, dan benda-benda kuno yang penuh sejarah. Semakin banyak yang mereka temukan, semakin mereka menyadari betapa dalam rahasia keraton ini.

Suatu malam, mereka menemukan sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan lukisan-lukisan kuno. Di salah satu lukisan, mereka melihat gambaran seorang raja yang tampak memimpin pasukannya dalam pertempuran.

“Ini Raja Raden Wijaya,” kata Sari sambil menunjuk lukisan itu. “Dia adalah pendiri Majapahit. Tapi kenapa lukisannya ada di sini?”

Bima berpikir sejenak. “Mungkin ada kaitannya dengan sejarah keraton ini. Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang Raja Raden Wijaya.”

Sari dan Bima melanjutkan pencarian mereka, mengumpulkan setiap petunjuk yang mereka temukan. Mereka mengetahui bahwa keraton ini pernah menjadi bagian dari kerajaan Majapahit dan memiliki banyak lorong rahasia yang digunakan untuk menyimpan harta karun dan dokumen penting.

Suatu hari, mereka menemukan sebuah buku kuno yang berisi catatan-catatan tentang keraton dan para penghuninya. Di dalamnya, mereka menemukan cerita tentang seorang ratu yang menyembunyikan harta keraton dari penjajah Belanda. Ratu itu membuat berbagai lorong rahasia untuk melindungi harta dan dokumen penting kerajaan.

“Sari, lihat ini!” kata Bima dengan penuh semangat. “Ratu itu sangat cerdas. Dia membuat semua ini untuk melindungi keraton. Kita harus terus mencari tahu lebih banyak.”

Sari mengangguk. “Benar, Bima. Kita harus menemukan semua rahasia yang tersimpan di balik dinding keraton ini. Ini adalah tugas kita sekarang.”

Malam itu, mereka kembali ke salah satu lorong rahasia yang baru mereka temukan. Lorong itu lebih panjang dan berliku dibandingkan lorong-lorong sebelumnya. Di ujung lorong, mereka menemukan sebuah pintu besi yang terkunci.

“Kita butuh kunci untuk membuka ini,” kata Sari sambil memeriksa pintu itu.

Bima melihat sekeliling. “Mungkin ada kunci di salah satu ruangan tersembunyi yang sudah kita temukan.”

Mereka kembali ke ruangan tempat mereka menemukan peti pertama kali. Setelah mencari beberapa saat, mereka menemukan sebuah kunci tua yang tampak cocok dengan pintu besi itu.
Dengan penuh harap, mereka kembali ke lorong dan mencoba kunci itu. Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan harta karun. Emas, perhiasan, dan benda-benda berharga lainnya bersinar di bawah cahaya lampu minyak mereka.

“Sari, ini luar biasa! Kita menemukan harta karun keraton!” seru Bima dengan mata berbinar.
Sari tersenyum lebar. “Ya, Bima. Ini adalah hasil dari kerja keras kita. Tapi ini baru permulaan. Kita harus memastikan bahwa harta ini tidak jatuh ke tangan yang salah.”

Mereka mulai menyusun rencana untuk melindungi harta karun itu. Sari dan Bima bekerja sama dengan beberapa abdi dalem yang mereka percayai untuk menjaga rahasia ini. Mereka tahu bahwa tugas mereka belum selesai.

Selama bertahun-tahun, Sari dan Bima terus melindungi rahasia keraton. Mereka menyimpan peta dan catatan-catatan kuno di tempat yang aman, memastikan bahwa sejarah keraton tetap terjaga. Meski banyak rintangan dan bahaya yang mereka hadapi, mereka tidak pernah menyerah.

Di balik dinding keraton, rahasia-rahasia kuno tetap tersembunyi, menunggu untuk ditemukan oleh mereka yang berani dan gigih seperti Sari dan Bima. Keraton Agung, dengan segala misterinya, terus menjadi saksi bisu dari perjalanan sejarah yang penuh warna dan perjuangan.

(Malang, 18 Februari 2024)