Perkenalkan, namaku Rifqi. Aku tinggal di pedesaan. Ayahku sudah tiada, sementara ibuku sakit-sakitan. Saat ini aku sangat sedih karena tidak bisa sekolah.
Suatu hari, saat mengambilkan minum untuk ibuku di dapur, aku melihat beberapa butir kentang, lalu berpikir, kenapa aku tidak jualan kentang goreng saja? Aku pun segera mengambil air minum, lalu kembali ke kamar ibuku. Kuletakkan minum itu di meja yang ada di sebelah kasurnya.
Setelahnya, aku kembali lagi ke dapur untuk mengolah kentang tadi sebisanya. Malam itu aku sibuk membungkusi kentang agar bisa kujual keesokan harinya.
Paginya aku pamit untuk menjual kentang-kentang itu kepada ibuku.
“Emang kentangnya udah digoreng?”
“Udah, kok.”
“Ya sudah, hati-hati ya.”
“Ya, Bu. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Saat itu aku bersemangat sekali, tapi karena jalannya cukup jauh, di perjalanan aku mulai lelah. Lalu aku beristirahat dulu di bawah pohon mangga di pinggir jalan. Tak berapa lama, aku melihat seorang bapak berlari ke arahku.
Aku berdiri menyambut kedatangannya. Aku heran kenapa dia berlari ke arahku. Begitu sampai di hadapanku, dia bertanya, “Dek, kentangnya satunya berapaan?”
Aku langsung tersenyum dan menjawab, “Satu bungkusnya 10.000 rupiah, Pak.”
“Kalau begitu saya beli dua, Dek.”
Aku langsung mengambil kentang dua bungkus. “Nih, Pak, kentangnya.”
“Terima kasih, Dek.”
Aku kira bapak itu akan langsung pergi, ternyata tidak. Dia bertanya lagi, “Dek, kamu nggak sekolah?”
“Nggak, Pak.”
“Lo, kenapa?”
“Nggak ada biaya, Pak. Ayahku sudah meninggal, sementara ibuku sakit-sakitan.”
“Ibumu sakit apa?”
“Nggak tahu, Pak.”
“Rumah kamu di mana? Boleh Bapak tahu? Siapa tahu Bapak bisa bantu. Kebetulan Bapak ini dokter.”
“Yang bener, Pak?”
“Iya.”
Lalu aku langsung mengajaknya ke rumahku. Begitu sampai, langsung kuperkenalkan bapak tadi kepada ibuku. Bapak itu langsung kaget melihat ibuku. Ibuku pun sama kagetnya.
“Anton!”
“Siska!”
Ternyata mereka sudah saling mengenal sejak SMA. Lalu tanpa pikir panjang, Pak Anton langsung membawa ibuku ke rumah sakit untuk dia obati. Ibuku dirawat di sana selama beberapa minggu. Pak Anton bilang dia yang akan menanggung seluruh biayanya.
***
Setelah ibuku sembuh dan dibolehkan pulang ke rumah, Pak Anton masih membantu kami. Dia memberi uang untuk modal ibuku berjualan. Ibu memutuskan untuk berjualan ketoprak.
Aku loncat kegirangan saat ibuku mengingat janjinya untuk menyekolahkanku. Ibu pun mendaftarkanku ke SDN Serang 2.
Aku melihat SD ini sangat bagus, lalu ibuku mengajak ke ruang kepala sekolah. Aku sudah mendaftar dan bisa langsung sekolah esok harinya.
Malamnya aku ragu banget. Saat itu aku sibuk membersihkan sepatu, mencuci baju, dan membantu ibuku memasak makanan. Keesokan harinya, aku mandi, sarapan, dan beres-beres buku. Kemudian berangkat ke sekolah bersama ibuku.
Saat sampai di sekolah aku terdiam menatap sekolah ini. Di dalam hati, aku terkagum-kagum melihat SD ini. SD-nya sangat bagus. Lalu aku berjalan ke dalam sekolah ini sampai hampir ke tengah lapangan. Dari kejauhan ibuku memanggil, “Rifqi! Rifqi!”
Aku langsung menjawab, “Apa, Bu?”
“Kamu belum salim.”
“Oh, iya, lupa.”
Aku langsung balik ke arah ibuku dan langsung mencium tangannya. “Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Saat masuk ke kelas, Bu Guru bilang, “Anak-anak, di sini kita punya teman baru nih.”
Lalu aku disuruh memperkenalkan diri.
“Hai, selamat pagi. Perkenalkan, namaku Rifqi Maulana. Semoga kalian bisa menerimaku sebagai teman.”
Mereka semua langsung berseru, “Salam kenal, Rifqi!”
Aku disuruh duduk di sebelah anak yang bernama Gusta. Gusta itu orangnya suka bercanda, tapi bisa serius kalau disuruh serius. Setelahnya, aku juga berkenalan dengan anak lainnya.
Sekarang aku merasa gembira karena akhirnya bisa sekolah dan mendapatkan teman-teman baru. Aku tidak pernah menyangka ini sebelumnya. Meski begitu, aku juga tidak lupa untuk membantu ibuku berjualan ketoprak setiap sepulang sekolah.[]