KURUNGBUKA.com, KAB. PANDEGLANG – Munawir Syahidi pendiri Taman Baca Masyarakat (TBM) Cahaya Aksara diundang oleh Rumah Dunia pada acara Nyenyore untuk menyampaikan materi yang bertema “Membangun Kemandirian Komunitas Literasi di Banten”, tepatnya pada Minggu, (17/04) lalu.

Munawir sangat fasih menguasai panggung. Ia menjelaskan pencapaiannya mendirikan TBM Cahaya Aksara—yang tentu dibangun dengan susah payah. Terlebih, TBM Cahaya Aksara jauh dari peradaban manusia.

Sebelumnya, aku tidak percaya sepenuhnya apa yang dibicarakan oleh Munawir, sebab manusia zaman kiwari lebih senang mengumbar kata yang tidak perlu. Barangkali, Munawir juga begitu—hanya sebatas retorika dan tidak ada bukti nyata.

Beruntung, skeptisisme terhadap Munawir dengan TBM Cahaya Aksara-nya memudar setelah saya bersama relawan Rumah Dunia, Motor Literasi, TBM Pelangi, dan pegiat literasi lainnya—berkunjung langsung ke Cahaya Aksara.

Kami konvoi menungang sepeda motor masing-masing terkecuali Duta Baca Indonesia, Gol A Gong bersama timnya menggunakan mobil. Aku, menumpang di motor Scoopy entah siapa pemiliknya—aku lupa. Yang jelas dia seorang perempuan.

Aku ingin mengatakan bahwa TBM Cahaya Aksara sangat sulit dijangkau oleh manusia. Dari Rumah Dunia, bisa diperkirakan jarak tempuhnya 110 KM. Dan kamu berangkat pada pukul 13:00 sampai lokasi tepat pada kumandang adzan Maghrib.

Jarak tempuh yang lama itu disebabkan bukan hanya karena kemacetan, tetapi juga pada saat pengisian bahan bakar, menunaikan ibadah sholat, dan keperluan lainnya yang harus dilakukan.


Saat aku menurunkan kaki dari sepeda motor Scoopy, aku sedikit terpukau dengan Cahaya Aksara. Mula-mula karena sambutan dari relawannya yang sangat menghormati para tamu. Kemudian aku sangat menyukai tempatnya yang teduh, bersih, dan tentu saja banyak permainan anak-anak.

Tempat pertama yang aku kunjungi di TBM Cahaya Aksara bukan kamar mandinya seperti teman-teman kebanyakan yang kebelet pipis. Tetapi, tempat yang aku kunjungi pertama kali adalah perpustakaan.

Aku kira, perpustakaan TBM Cahaya Aksara sangat kecil, juga bukunya kurang menarik untuk dibaca. Hanya ada beberapa yang memikat seperti buku Pramoedya Ananta Toer dan buku Halwany Michrob “Catatan Masa Lalu Banten”.

Itu hanya penilaian dariku saja, sebab belum tentu orang lain berkata bahwa buku-bukunya kurang menarik. Aku berharap, perpustakaan TBM Cahaya Aksara dipenuhi dengan buku sastra yang tidak berat-berat amat sehingga anak-anak di sana bisa menikmatinya dengan penghayatan.

Di depan perpustakaan, ada pohon melinjo yang dibangun menjadi rumah pohon. Munawir menyebutnya “tangkal tangkil”—mengandung rima yang enak dilafalkan setiap hari. Tempatnya sangat nyaman. Rasa-rasanya, Jalaludin Rumi juga akan menyukai tempat tersebut sambil merenung dan menuliskan puisi Masnawi.

Satu lemparan tombak, ada sebuah aula yang sederhana. Munawir memberi nama tempat itu “ruang riung”. Nampaknya, Munawir sangat senang memberi nama dengan rima.

Kami semalam suntuk unjuk kebolehan membaca puisi, bernyanyi dangdut sampai orasi literasi di ruang riung. Aku rasa, itu adalah sebuah menampilan yang mantap pada malam itu.

Dan luar biasanya, pada kesempatan itu—penampilan baca puisi dan lain-lainnya disaksikan langsung oleh Duta Baca Indonesia, Gol A Gong. Bahkan, Gong beberapa kali memberi komentar kepada para pembaca puisi, baik dari penulisannya yang kurang jempolan sampai harus membacakan puisi karya sendiri.

Selain itu, TBM Cahaya Aksara juga menjamu kami dengan hidangan yang sederhana namun sangat nikmat. Aku sangat menyukai masakan pepaya—yang entah itu apa namanya—tapi itu sangat nikmat sekali.


Hematnya, Munawir tidak omong kosong saat menjelaskan tentang TBM Cahaya Aksara miliknya—yang dikelola dengan baik dan benar. Walaupun jauh dari peradaban tetapi Cahaya Aksara justru memberikan warna peradaban khusunya untuk daerah Cibaliung.

Aku sangat mengagumi impian-impian Munawir saat pagi mengobrol bersama H Lili. Ia bercita-cita akan mendirikan PKBM yang tentu saja lebih besar daripada TBM. Aku hanya bisa mengamini semangat dan impiannya. Semoga terkabul.

Dua hari kami singgah di TBM Cahaya Aksara, yaitu pada 14-15 Mei 2022. Akhirnya, pada siang bolong kami berpamitan dan aku cukupkan meninjau Cahaya Aksara dari atas jok Scoopy. Entah milik siapa.***(Rahman).

Serang, 16 Mei 2022