KURUNGBUKA.com – (23/03/2024) Yang pernah menghasilkan novel insaf atas beragam kejutan, perubahan, kenikmatan, kebahagiaan, dan keruwetan. Novel yang selesai ditulis tidak mutlak sesuai dengan keinginan awal. Maka, apa-apa yang terjadi dalam penulisan itulah yang dianggap sebagai pergulatan atau pergumulan.

YB Mangunwijaya mengistilahkan “bertumbuh”. Titik permulaan ada tapi tidak mewujud semuanya. Yang terjadi di akhir belum tentu seperti awal. Pengarang dalam godaan dan penentuan kehendak untuk menggulirkan cerita meski meminta ketulusan atau peredaman penyesalan. Ide cerita tetap bergerak tanpa mutlak.

YB Mangunwijaya (1984) berpendapat: “… yang penting sebagai unsur paling penentu dalam sastra ialah ide, tafsiran. Namun, ide yang sudah mengejawantah dalam bentuk pembahasan konkret, sampai ide dan bentuk merupakan kesatuan utuh.” Yang dimulai dengan ide akan menemukan bentuk dan isi berdasarkan kekuatan untuk merampungkan tulisan.

Maka, menulis novel tidak gampang dalam urutan atau menuruti “ingin-ingin” saja. Di pengalaman dan situasi yang mengiringinya, menggerakkan ide menjadi novel adalah susah-susah menjadi bahagia. Pencapaian yang berliku, tidak lurus.

Kita menyimak tentang bertumbuh: “… novel pun tidak berbeda dari segala yang manusiawi: harus hidup karena merupakan sebagian kehidupan pula; tumbuh dari fase benih ke bunga ke buah yang matang untuk dipetik.” YB Mangunwijaya memilih menulis berpatokan “keasyikan nikmat” dalam kesadaran bahwa novel itu bertumbuh.

Kesadaran tanpa harus disesalkan: “… yang sering berujung di suatu keluaran yang lain sama sekali dari yang dirancang semula.” Ia bisa memahaminya itu “alami”.

(Pamusuk Eneste (editor), 2009, Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang 3, Gramedia Pustaka Utama)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<