KURUNGBUKA.com – (14/03/2024) Sosok meyakini awal mulanya: “… saya senantiasa menganggap bahwa keterlibatan saya dalam kegiatan kesenian, perbukuan dan bahkan kebudayaan umumnya adalah sebagai akibat kepenyairan saya.” Yang mengatakan itu Ajip Rosidi. Ia mulai menggubah puisi saat remaja, dimuat di majalah mentereng di Indonesia. Maka, ia bergirang dalam bersastra, mula-mula menghasilkan sajak.
Di babak selanjutnya, ia juga menulis cerita pendek, novel, dan esai. Namun, keyakinannya dibentuk oleh sajak atau puisi. Ia menjadikan itu pijakan dalam biografi di jagat sastra berbahasa Indonesia dan Sunda.
Kita yang membaca buku-buku Ajip Rosidi kadang tidak ingin memihak puisi-puisi. Ia memang sering mendapat ulasan tapi kehadiran cerita-ceritanya justru memikat pembaca. Di cerita, kita perlahan mengetahui keluarga, tanah asal, kota, pergaulan seniman, dan lain-lain. Pengarang itu matang dalam merekam dan mengisahkan. Yang membedakan mungkin lancar dan panjang. Di puisi, ia memuaskan kecakapan bahasa dan imajinasi. Di cerita-cerita, Ajip Rosidi mungkin tergoda membayangkan pembaca memasuki dan mengenalinya.
Yang pasti: sejak remaja ia menulis tanpa henti dan memberi saham besar untuk kesusastraan Indonesia. Pengalaman panjang dalam sastra menghasilkan pendapat: “Sastra adalah bentuk kesaksian penulisnya yang jujur, yang ditulis karena suatu dorongan yang bersifat rohani.” Pada saat keranjingan menulis, Ajip Rosidi yang remaja perlahan bisa membedakan bobot sastra dan picisan. Ia sadar yang ditulisnya bukan berpamrih hiburan. Ia bertaruh estetika dalam menghasilkan puisi dan cerita. Ketekunan itulah yang membuatnya terhormat, setelah berpijak sajak.
(Pamusuk Eneste (editor), 1982, Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang, Gramedia)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<