KURUNGBUKA.com – (21/01/2024) Yang melihat Amerika Latin, yang membaca puisi dan memahami revolusi. Di sana, sastra jarang dalam pengertian tenang atau “terbaring” untuk membuat para pembacanya terlena berkepanjangan. Yang terbaca adalah gejolak dan sejarah yang tidak lelah dalam memunculkan pengorbanan, kematian, kesamaran, dan ketakjuban.
Bagi pembaca novel-novel, pengertian bisa diperoleh dalam jumlah besar saat dicatat. Pembaca puisi berada dalam peran berbeda, yang menempatkan puisi dalam “peta imajinasi” terasa dekat dan akrab meski dibaca di negara-negara berbeda dan beragam bahasa.
“Ambisi saya adalah menjadi seorang penyair, dan tidak lain dari seorang penyair,” ia mengerti keputusan hidup untuk berpuisi. Di sela puisi, ia mengerjakan esai-esai. Yang dialami dari tahun-tahun termiliki: “Segera saya memahami bahwa mempertahankan puisi––yang dianggap rendah dalam abad kita ini––ternyata tak dapat dipisahkan dengan mempertahankan kebebasan atau kemerdekaan kita.”
Octavio Paz (1985) yang menulis puisi mengerti gerak zaman. Puisi tidak memerlukan siulan atau tepuk tangan yang paling ramai. Yang dinantikan adalah pembaca-pembaca. Mereka yang masuk dan menghuni puisi sambil sadar badai politik dan revolusi-revolusi.
Berpuisi berarti menghayati sejarah. Yang ditulis bukan sejarah yang “selesai” tapi penemuan-penemuan jalan tanggapan dan penderetan tafsir bisa berubah di tengah gejolak zaman.
Peringatan: “Saya tidak menunjuk puisi sebagai salah satu cabang seni yang mengabdi kepada negara, gereja, atau ideologi.” Cara mengelak dari paksaan umum saat ingin mengerti dan menaruh puisi di lakon-lakon besar dunia.
(Octavio Paz, 2010, The Other Voice: Suara Lain, Komodo)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<