KURUNGBUKA.com – (23/06/2024) Para pembaca cerita kadang menjelaskan bahwa kebiasaan atau kemauannya membaca bertujuan katarsis. Hidupnya penuh masalah. Hari-harinya tidak selalu membahagiakan. Kondisi terpuruk sering mendatangkan kiamt lebih awal. Gagal dalam pemenuhan misi-misi hidup memberi tekanan dan siksaan. Maka, mereka yang membaca puisi, cerita pendek, atau novel menemukan katarsis.
Mereka ingin pulih, bersih, enteng, insaf, dan lain-lain. Membaca menjadi peristiwa yang biasa sekaligus istimewa jika diketahui dampak-dampaknya. Pembaca yang berpamrih katarsis tidak mengharuskan sesuai dengan kaidah-kaidah membaca yang dianjurkan para kritikus atau ahli.
Di kubu berbeda, para penulis mungkin ingin ceritanya berhikmah. Tulisan tidak ingin sekadar mendapat pujian dalam capaian-capaian estetika. Ada misi berbeda yang membuat cerita melekat dalam kehidupan para pembaca. Jerome Stern menyatakan: “Jika kamu memiliki keinginan untuk membuat cerita yang berakhir dengan kehilangan, kegagalan, kematian, pengabaian, dan berbagai jenis kesengsaraan lainnya, kamu harus memahami cara untuk membuat pembacamu merasakan bahwa rasa sakit mereka berguna dan bermanfaat.” Penjelasan yang patut diketahui bagi penulis dan pembaca. Cerita dan katarsis menjadi kepentingan bersama.
Jerome Stern melanjutkan: “Katarsis secara harfiah berarti penyucian. Ini dapat membuatmu lelah dan gembira pada saat yang sama, seolah-seolah kamu ditelanjangi secara emosional. Katarsis dapat membuat khalayak pembaca paham tentang penderitaan yang tak terelakkan dari seluruh umat manusia.”
Artinya, membaca membawa orang dalam pengalaman yang membuatnya (makin) mengerti kondisi manusia dan dunia. Pembaca yang melakukan penghayatan, yang tidak hanya berpusat pada dirinya.
(Jerome Stern, 2022, Making Shapely Fiction, Diva Press)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<