KURUNGBUKA.com – (18/06/2024) Abad XX, abad masih merayakan fiksi. Banyak orang berhasrat menulis cerita. Mereka paham dunia sangat berubah. Kehidupan mutakhir telah memberi kemanjaan. Zaman yang teknologis. Namun, mereka masih yakin bahwa cerita-cerita atau sajian fiksi masih diperlukan untuk kehidupan yang bermartabat.
Yang dimengerti adalah usaha menghidupi fiksi agar hidup tidak terlalu bodoh dan paceklik. Artinya, abad XXI disesaki dengan modul, tutorial, rekomendasi, dan lain-lain. Yang ingin selamat dan memetik makna terus mengharapkan hidup bersama fiksi. Mereka yang menulis atau membaca.
Kita beruntung membaca buku berjudul Making Shapely Fiction susunan Jerome Stern. Buku lumayang tebal, yang menjadikan penggemar fiksi tetap tebal gairahnya. Ia menerangkan: “Cerita tidak akan terjadi tanpa ada persoalan, keanehan, keganjilan.”
Cerita itu memerlukan tokoh-tokoh. Yang menulis cerita menginginkan para pembacanya yakin dengan tokoh-tokoh yang diciptanya.” Jerome Stern mengingatkan: “Teman, musuh, dan ahli kecantikan mencoba membuat kita melihat sesuatu dengan cara mereka. tetapi, kita tidak selalu meyakini mereka. Kita mencoba melihat melampauin mereka.”
Yang sebenarnya ingin dijelaskan adalah pengarang memunculkan tokoh-tokoh beragam suara. Pengarang tidak terjebak dengan dirinya untuk selalu berbicara mewakili tokoh-tokoh. Pemunculan toloh-tokoh dianjurkan dengan suara yang khas, tidak berpusat kepada pengarangnya.
Jerome Stern berpesan: “Kamu ingin orang-orang ciptaanmu hidup di tiap halaman, tetapi kamu tidak bisa menghidupkan mereka dengan menulis tentang mereka. Pembaca harus mendengar tokoh-tokoh tersebut berbicara tentang mereka sendiri.” Pengarang tidak boleh mentang-mentang menang dan berkuasa.
(Jerome Stern, 2022, Making Shapely Fiction, Diva Press)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<