KURUNGBUKA.com – (12/01/2024) Yang membuat tulisan-tulisan tidak wajib menambahi sibuk dan lelah dengan menyelidik para pembacanya. Ada garis batas atau titik pemberhentian yang mendingan “dipatuhi” ketimbang menimbulkan keributan. Penulis dirundung pertanyaan itu biasa. Namun, ia bukanlah penjawab tunggal atau paling wajib.
Pada mulanya, penulis membuat ancangan-ancangan untuk nasib tulisannya. Selanjutnya, tulisan-tulisan yang dihasilkan akan melewati jalan, terbang, atau berenang menuju siapa saja. Yang bermasalah adalah mengukur pendapat para pembaca.
“Ia akan segera diserang oleh keraguan dan menghabiskan waktu untuk mengamati dirinya,” tulis Imre Kertesz (2002). Ia membayangkan situasi bila penulis ingin tulisannya hadir kepada pembaca yang bisa memberi pengaruh. Tulisan yang tidak saja untuk kepuasan penulisnya. Yang terjadi justru kesulitan bagi penulis untuk tenang dan menguasai diri.
Ia bisa tersesat dengan pembayangannya tentang apa-apa yang diinginkan para pembaca. Imre Kertesz sedang menanggapi situasi sastra abad XX. Ia ikut dibingungkan oleh pernyataan para tokoh besar tentang “buat siapa menulis”.
Imre Kertesz menjelaskan: “Ia tidak bisa menanyai setiap pembacanya. Dan jika ia melakukannya, itu tak berguna.” Nafsu mengetahui arti dan dampak tulisan kepada pembaca itu berlebihan, yang menimbulkan masalah-masalah menggunung.
Pengarang asal Hungaria itu akhirnya mengaku: “Saya mulai menulis tidak untuk suatu alasan khusus, dan apa yang saya tulis juga tidak ditujukan untuk seseorang.” Keterangan yang biasa tapi menentukan saat ia menulis novel dan meraih Nobel Sastra (2002).
(Zen RS (Editor), 2006. Pengakuan Para Sastrawan Dunia Pemenang Nobel, Pinus)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<