KURUNGBUKA.com – (27/06/2024) Pada suatu hari, tokoh agama di Vatikan berseru mengenai dunia yang membutuhkan komedi. Ia mengerti dunia bergelimang cerita menguak derita dan nestapa. Dunia yang terkoyak oleh perang. Sengketa bisnis pun menyibak kemiskinan.

Yang dimengerti adalah dunia yang tidak tertawa. Namun, tokoh agama itu menginginkan komedi untuk membangkitkan kepekaan dan empati. Kita tidak sepenuhnya diajak tertawa tapi merenung hal-hal di balik humor, komedi, atau lelucon. Dunia memang harus mentas dari derita.

Kita mengenal pengarang tenar bernama Italo Calvino. Pada suatu saat, ia menjelaskan: “Salah satu komponen satire adalah moralisme dan komponen lainnya adalah ejekan.” Ia bermaksud menyatakan peran dalam pengisahan-pengisahan mengandung komedi. Di kesusastraan, kita condong serius memikirkan satire ketimbang sekadar tawa. Satire yang turut mengingatkan kekuatan komedi.

Italo Calvino yang menaruh satire dalam cerita memiliki pendapat: “Satire mengingkari untuk bertanya dan mencari. Di sisi lain, satire tidak menyangkal ambivalensi dalam dosis besar, yang merupakan campuran dari daya tarik dan penolakan yang menjiwai setiap satiris sejati terhadap objek sindirannya.”

Di warisan dan peredaran sastra di dunia, satire menentukan derajat pengarang dalam menanggapi pelbagai perkara yang bergolak. Italo Calvino termasuk pengarang yang tidak jemu-jemu menghasilkan satire-satire. Itulah kekuatan yang membuatnya tangguh.

“Yang saya cari dalam transformasi komedi atau ironi atau absurd atau bentuk lain yang janggal adalah cara melepaskan diri dari keterbatasan dan keberpihakan dalam setiap representasi dan setiap penilaian,” pengakuan Italo Calvino.

(Italo Calvino, 2022, Maslahat Sastra, Basabasi)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<