LEBAK — Festival Seni Multatuli (FSM) yang merupakan ikhtiar yang digagas oleh pemerintah Kabupaten Lebak dalam rangka membuka ruang interaksi kreatif antarbudaya resmi dibuka, Senin (9/9).
Program tahunan yang tergabung dalam platform Indonesiana ini ditandai dengan pidato pembuka dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak, Wawan Ruswandi.
Wawan mengatakan, FSM dirancang setelah peresmian Museum Multatuli, sebagai museum anti-kolonial pertama di Indonesia. Sesuai dengan namanya, sosok Multatuli diangkat sebagai cara untuk mengedepankan sejarah yang berpihak pada asas kesetaraan dan kemanusiaan, yang menjadi landasan pendirian negeri ini. Semangat ini didengungkan melalui karya sastra Multatuli. Semangat inilah yang hendak ditampilkan: karya sastra yang berdaya menggugah kesadaran.
Kegiatan FSM 2019 merupakan kegiatan kedua yang dilaksanakan di Museum Multatuli dan sekitarnya. Mengusung tema Kopi dan Seni, FSM 2019 dirancang khusus sebagai bagian dari upaya menarik sebanyak mungkin pengunjung ke Kabupaten Lebak.
“Tahun kedua Festival Seni Multatuli ini bekerjasama dengan Indonesiana. Akan ada launching dan bedah buku kumpulan cerpen ‘Cerita dari Lebak’ dari 30 cerpen terpilih yang dikurasi oleh Zen Hae, Arip Senjaya, dan Ni Komang Ariani” ujarnya.
Wawan menambahkan, kegiatan ini juga akan diramaikan oleh simposium, pemutaran film pendek, workshop cerpen, festival teater serta festival kerbau. Untuk saat ini, ada sekitar 78.000 pengunjung museum berkat adanya kegiatan ini.
Guna menambah massa pengunjung, Wawan pun mengundang warga baik dari Lebak maupun luar Lebak untuk mengunjungi museum anti-kolonial tersebut.(Lamri)