(image credit by suakaonline.com)

Pandemi coronavirus dissase (Covid-19) yang menyerang hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, memberikan dampak pada semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan.

Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia Nadiem Makarim, kegiatan belajar mengajar yang biasanya dilakukan dengan tatap muka di kelas, kini dilakukan dengan sistem pembelajaran secara online.

Namun, alih-alih memberikan solusi yang efektif pada semua jenjang pendidikan, ternyata sistem online ini tidak sesuai dengan ekspektasi para pelajar. Fasilitas yang tak tertunjang membuat mahasiswa tak mendapatkan haknya dalam menerima proses pembelajaran yang baik.

Sistem belajar online ini sangat mengagetkan dosen dan mahasiswa. Apalagi jika dosen pengampu sudah berusia lanjut. Mereka pasti akan kesulitan untuk mengajar dengan sistem belajar online ini. Entah itu disebabkan karena gaptek atau presbiopi yang mengakibatkan dosen kehilangan fokus dalam mengajar. Meskipun demikian, mau tidak mau dosen dan mahasiswa harus melakukan sistem belajar yang sangat tabu ini.

Bukan menyalahkan keputusan Mendikbud Nadiem Makarim, bukan pula menyalahkan Covid-19 yang tiba-tiba datang ke Indonesia. Saat ini kita tidak bisa menyalahkan pihak mana pun karena kesadaran untuk berpendidikan juga sangat penting. Tetapi, ini tentang keluh kesah mahasiswa yang tidak bisa belajar dengan suasana nyaman dan tenteram.

Setidaknya, jika pendidikan dilakukan secara online, dosen mengajar sesuai dengan rencana pembelajaran yang sama seperti belajar ketika dilakukan secara tatap muka (offline). Karena pada dasarnya dosen merupakan sentral motivator dan fasilitator. Tapi, yang saya dapati, dosen tidak tepat waktu dalam melaksanakan pembelajaran. Pembelajaran dilakukan tidak sesuai jadwal, akibatnya jadwal yang telah disepakati berantakan sehingga memakan banyak waktu.

Selain itu, tugas yang diberikan lebih banyak dari biasanya. Tugas yang diberikan tiada henti, tugas sebelumnya saja belum selesai dikerjakan, tapi tugas dari mata kuliah lain datang secara bersamaan. Ini membuat mahasiswa resah. Belum lagi referensi yang kita punya sangat minim. Mencari referensi di internet belum tentu sesuai dengan jawaban yang yang maksud. Ingin pergi ke perpustakaan, tapi pelayanan perpustakaan tutup karena lockdown.

Menurut saya, pembelajaran secara online ini belum bisa diapresiasi sepenuhnya. Di satu sisi, kita harus menjaga imunitas tubuh agar terhindar dari Covid-19, namun di sisi yang lain, kami terpaksa harus tidur larut malam demi menyelesaikan tugas.

Lalu bagaimana nasib pendidikan mahasiswa berasal dari kampung dan pelosok yang akses jaringan internetnya terbatas? Sinyalyang sangat annoying ketika sedang dibutuhkan tentu mengganggu proses pembelajaran. Apakah mahasiswa yang akses internetnya terbatas mendapatkan keringanan tugas? Entahlah, semoga saja. Hehehe.

Situasi diperparah dengan kebijakan Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) yang seolah memberi harapan palsu terhadap mahasiswa PTKIN tentang pengurangan UKT/SPP PTKIN  sebesar 10% pada 06 April 2020 lalu melalui surat dengan Nomor: B-752/DJ.I/HM.00/04/2020.

Tapi, pada kenyataannya, tanggal 20 April 2020, Kementerian Agama mengeluarkan surat Nomor: B-802/DJ.I/PP.00.9/04/2020 tentang Penerapan Kebijakan dan Pembatalan UKT pada PTKIN, yaitu pembatalan kompensasi diskon 10% pembayaran UKT.

Saya yang kuliah di Universitas Islam Negeri merasa dipermainkan oleh Kementerian Agama. Saya sebagai mahasiswa tentu merasa rugi, UKT tetap bayar, tapi pada kenyataannya kami tidak bisa menikmati sarana-prasarana kampus yang beberapa tahun terakhir ini, pemerintah membangun infrastruktur besar-besaran sebagai sarana untuk meningkatkan pelayanan pendidikan

Kadang, saya berpikir, untuk apa UKT kita bayar jika selama satu semester ini saya belajar di rumah dengan menggunakan kuota internet sendiri. Tapi, mau bagaimanapun uang sudah telanjur masuk rekening kampus. Saya berharap agar uang kuliah semester depan mendapat diskon.

Hal-hal tersebut merupakan bukti bahwa pendidikan Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Sistem pendidikan yang tabu, membuat mahasiswa sukar untuk mendapatkan kenyamanan dan ketenteraman dalam belajar. Mahasiswa juga dibuat bingung mengenai UKT PTKIN yang belum jelas status kegunaanya.

Saya sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri di bawah naungan Kemenag RI hanya bias berdoa agar pandemik korona lekas usai. Selain itu, juga mengajak teman-teman saling bekerja sama dengan tetap di rumah saja dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah demi terputusnya rantai penularan Covid-19.