Di sebuah desa ada festival Cinta Lingkungan. Di sana ada berbagai macam perlombaan. Lomba merawat tanaman, menanam, dan banyak lagi.

Laladan Doni ikut serta dalam festival tersebut. Lala mengikuti lomba merawat bunga anggrek selama tujuh hari agar tidak layu atau mati. Doni juga mengikuti perlombaan yang sama dengan Lala.

“La, bagaimana merawat bunga ini agar nggak layu atau mati?” tanya Doni.

“Aku merawatnya dengan menyiraminya pagi dan sore. Aku selalu menjaga bunga ini,” jawab Lala.

“Ooooh… seperti itu!” seru Doni.

Setelah lima hari tanamam Lala tumbuh dengan subur. Sementara itu, bunga yang dirawat Donilayu dan mati.

“Kenapa bungamu mati? Apa kamu nggak menyiraminya dan merawatnya dengan baik?” tanya Lala.

“Nggak, kok. Aku menyiraminya dan merawatnya setiap hari.” Doni tampak sedih.

“Berapa kali sehari kamu menyiraminya, Don?” tanya Lala.

“Aku menyiraminya lima kali sehari.”

Lala menggelengkan kepalanya. “Don, Don…, pantas saja bungamu layu dan mati. Kamu menyiramnya berlebihan.”

“Tapi aku menyiraminya agar bungaku cepat tumbuh.”

Keesokan harinya Doni termenung. Laluia mendapatkan ide. “Oh, iya, aku ambil saja bunga milik Lala. Bunganya kan, subur,” ucap Doni kepada diri sendiri. “Tapi, Lala kan, sudah tahu kalau bunga punyaku mati.”

Doni pun berpikir lagi bagaimana caranya membuat alasan kepada Lala. “Ah, iya, aku bilang saja kalau bunga itu aku minta dari panitia,” ucap Doni setelah mendapatkan ide.

Malamnya, Doni pergi diam-diam ke rumah Lala untuk mengambil bunganya. Untung saja bunga milik Lala berada di luar rumahnya, jadi Doni bisa mengambilnya dengan mudah.

Pagi harinya, saat yang dinanti-nanti oleh Lala pun tiba. Ya, hari saat Lala akan mendapatkan hadiah karena Lala merawat bunganya dengan baik hingga subur.

“Lalalala….Hari ini hari yang kutunggu. Hari yang bahagia. Aku akan mendapatkan hadiah. Lalalala….” Lala senang sekali. Ia menari dan bernyanyi ke sana kemari.

Lala segera bersiap-siap untuk berangkat. Setibanya di luar rumah, Lala merasa kehilangan sesuatu.

“Mama… di mana bunga milik Lala?” teriak Lala kepada mamanya.

“Kenapa Lala teriak-teriak seperti itu?” tanya mamanya yang datang dari dalam rumah.

“Ma… Mama lihat bunga Lala nggak? Bunga Lala hilang. Hiks!” tanya Lala kepada mamanya sambil menangis.

“Mama nggak melihat bunga Lala. Kalau benar hilang, Lala bilang jujur saja kepada panitianya kalau bunga Lala hilang nggak tahu ke mana.” Mamanya mencoba menenangkan.

Akhirnya Lala pun diam dan menuruti apa yang mamanya sarankan. Sedangkan Doni merasa bahagia memiliki bunga yang subur dan pasti akan mendapatkan hadiah. Doni sangat bersemangat.

“Aaaakkkhh…! Tidaaakkk…! Bungakuu…!” teriak Doni.

Doni melihat bunganya sedang dipatuki ayam. Bunga yang tadinya indah dan subur jadi tampak jelek. Kelopaknya berjatuhan, daunnya sobek.

“Hiks! Kenapa bungaku seperti ini?” Doni menangis.

Tiba-tiba Lala datang. “Doni, kenapa menangis?”

“Bungaku dipatuki ayam,” jawab Doni.

“Bunga? Bukannya bunga kamu sudah mati? Lalu bunga siapa ini?” tanya Lala heran. “Kayaknya aku kenal deh, sama bunga ini.” Lala mulai mencurigai Doni.

Doni takut menjawab pertanyaan Lala. Takut kalau ia menjawab jujur, Lala tidak mau berteman dengannya lagi.

“Kenapa kamu diam? Jawab, Don!” Lala makin penasaran.

“Aku akan jawab, tapi kamu janji nggak akan marah dan masih mau berteman denganku lagi,” ucap Doni.

“Baiklah, aku janji. Apa ini bunga milikku? Apa kamu yang mengambil bunga milikku?” desak Lala.

Doni hanya mengangguk, lalu menceritakan apa yang ia lakukan. “Maafkan aku, La. Aku emang jahat. Maafkan aku. Kamu tetap mau berteman denganku kan, La?”

“Doni, lain kali kamu jangan seperti itu. Aku bisa membagi hadiahku kepadamu,” ucap Lala dengan kecewa.

“Maafkan aku, La. Maaf.” Sekali lagi Doni meminta maaf kepada Lala.

Akhirnya Lala memaafkan Doni dan masih mau berteman dengannya.