Rumah Dunia berdiri sejak 2000 hingga 2021. Bagaimana caranya Rumah Dunia bisa bertahan hingga sekarang?
Selain para relawan yang militan dan program yang rekreatif-edukatif, Rumah Dunia bisa bertahan juga berkat sokongan dana dari internal, titipan kegiatan dari kementerian, dan simpatisan.
Dari internal, bagaimana bentuknya? Tentu di awal bergulirnya dari anggaran belanja rumah tangga para pendirinya mulai dari royalti buku-skenario TV-narasumber, penjualan buku, dan merchandise. Di sini juga ada Rendez-vous Cafe yang terus bergulir mewarnai. Dari para simpatisan yang selalu mendukung kegiatan Rumah Dunia. Di Rumah Dunia ada kebijakan “dilarang membuat proposal dan menawarkannya kepada dinas terkait” tapi lebih kepada memaksimalkan potensi para relawan untuk menggodok ide atau gagasan ke sebuah program.
“Money follow program” semacam candaan. Alhamdulillah, kementerian beberapa kali mendukung kegiatan unggulan di Rumah Dunia. Begitu juga beberapa perusahaan pernah menyalurkan dana CSR-nya. Sedangkan unit usahanya adalah Gong Media Cakrawala. Ada 2 jenis usaha yang jadi idola, yaitu Gong Publishing (penerbitan) dan Gong Traveling (biro perjalanan) dengan tagline “Jalan-jalan sambil Nulis Buku”.
Persoalan pandemi covid-19, Gong Traveling yang sudah menjelajah ke Singapura-Malaysia-Kamboja-Korea dan menghasilkan ratusan buku perjalanan, istirahat dulu. Terakhir adalah memaksimalkan aset Rumah Dunia. Belum semua paham, bahwa Rumah Dunia adalah kegiatan sosial di bawah lembaga Yayasan Pena Duna. Aset yayasan seluas 3000 meter persegi hasil gotong-royong kita semua berupa auditorium Surosowan, pendopo Kaibon, dan teater terbuka Tasikardi disewakan untuk umum. Siapa pun boleh menyewa layaknya sebuah gedung; boleh untuk kawinan, syuting film, seminar, pelatihan, wisuda, promosi usaha, LSM, ormas, deklarasi dukung ini-itu. Komunitas di Banten sangat terbantu dengan keberadaan auditorium Surosowan, bahkan kampus di Banten. Mereka bisa meyewa dengan menyesuaikan anggaran yang ada.
Biasanya menjelang pesta demokrasi selevel kabupaten, kota, atau bahkan presiden sering terjadi perdebatan (dialektika) atau bahkan jadi peluang untuk menyerang sekaligus menghancurkan Rumah Dunia. Hal itu sudah biasa. Gusti Allah yang berkehendak. Padahal Rumah Dunia sejak dulu memosisikan sebagai “pusat belajar”, tempat tumbuhnya cara berpikir kritis alias waras. Sudah sejak 2000 berlangsung, hingga sekarang, para pendiri atau relawannya, alhamdulillah baik-baik saja. Tetap tersenyum dan berkarya. Kalau boleh mengandaikan, Rumah Dunia ibarat Gang Paneleh di Surabaya. Sebuah rumah kos-kosan bercat putih-hijau di gang sempit empunya boss Sarekat Islam, Hadji Oemar Said (H.O.S) Tjokroaminoto.
Seperti halnya di gang Paneleh, di Rumah Dunia juga tumbuh anak-anak muda revolusioner dan progresif di Banten. Para relawannya membaca, menulis, berdebat, berdiskusi, merayakan pesta literasi, menyelenggarakan diskusi-diskusi politik seperti Musso, Alimin, Kartosuwiryo, Semaoen dan Sukarno. Mereka juga berinterkasi dengan masyarakat di lingkungannya, bahkan menembus batas wilayah Banten. Para relawan Rumah Dunia melakukan kritik (bukan mencaci dan saling menjatuhkan) untuk maksud memperbaiki diri. Murni mengkritik. Memang jika urusannya mengkritik kinerja pejabat publik (otomatis kader partai) pada masa lalu sering bergesekan panas.
Suka-duka terus dilalui para relawan dengan happy hingga sekarang. Segala cara untuk menghancurkan Rumah Dunia ditanggapi para relawan dengan berkarya.Terima kasih kepada semua yang selalu mendukung Rumah Dunia. Mari kita dorong Abdul Salam sebagai Presiden Rumah Dunia 2020-2025 dan para relawan lainnya untuk terus berkegiatan dan berkarya. Jangan pernah ragu untuk terus mengkritik, memberi saran, dan mengingatkan kami.
Ciloang, 28 Desember 2021
Gol A Gong
Ketua Yayasan Pena Dunia
Relawan Rumah Dunia
Duta Baca Indonesia.