KURUNGBUKA.com – (03/02/2024) Bekerja memiliki batas. Jenuh mungkin alasan. Keinginan untuk menuruti misi lain bisa berakibat harus meninggalkan pekerjaan. Di biografi para pengarang, pekerjaan kadang menjadi masalah dalam kesungguhan menghasilkan cerita-cerita. Ia mengeluhkan pekerjaan sekaligus berpikir nafkah.

Ada yang bekerja sebagai wartawan tapi hasrat kesusastraannya tidak sepenuhnya bisa diwujudkan. Kemahiran menulis berita belum menjamin untuk penulisan cerita-cerita. Pekerjaan dan kemauan menekuni kesusastraan menuntut pilihan dengan beragam konsekuensi.

Pada 1926, keputusan dibuat Erskine Caldwell meski dimulai ragu-ragu mengenai pekerjaan dan kesusastraan: “Aku sadar bahwa aku hanya ingin menjadi penulis profesional… Aku sama sekali tidak ingat kapan keputusan ini menjadi begitu tertanam dalam kesadaranku, sehingga tumbuh menjadi bagian tak terpisahkan dariku.”

Yang dilakukan, ia meninggalkan pekerjaannya. Pekerjaan yang membuat mengerti banyak kejadian dan tokoh, yang ditulis sebagai berita-berita. Ia ingin menjadi penulis cerita. Ia menghendaki bisa menghasilkan cerita pendek dan novel, tak dijemukan berita-berita. Gairah menulis bakal berbeda.

Nasib yang dipertaruhkan: “… aku akan menghidupi diriku sendiri dan memenuhi kewajiban-kewajiban pribadi sampai aku dapat belajar cara menulis fiksi yang akan diberi bayaran oleh para editor. Namun, itu tampaknya tidak penting. Aku yakin akan menemukan jalan ketika kebutuhan datang.”

Sosok muda yang sadar jalan panjang kesusastraan. Ia yang mau menulis dan menulis meski mengetahui kebutuhan-kebutuhan hidup. Yang diperlukan: keberanian dan keberuntungan. Erskine Caldwell memilih menulis cerita. Ia pun menjadi cerita yang dianggap terjanjikan.

(Erskine Caldwell, 2004, Perjalanan Sang Penulis, Prisma Media)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<