Pada awalnya, profesi jurnalis terbilang jarang peminat. Bila memaknainya secara pengertian bahasa, jurnalis adalah orang yang pekerjaannya mengumpulkan dan menulis berita dalam surat kabar. Namun kenyataannya kini, pesatnya perkembangan media sosial, siapa pun bisa menjadi jurnalis dalam tempo yang sesingkat-singkatnya—mengutip sebagian teks proklamasi.

Ada hal menarik mengenai profesi jurnalis ini. Dalam sebuah diskusi yang menghadirkan Maman Suherman, jurnalis senior yang pernah menjadi wartawan di surat kabar Kompas, mengatakan untuk menjadi jurnalis ternyata bukan hanya bermodalkan 5W+1H, tetapi ada 5 hal terpenting yang akan membedakan mana jurnalis sesungguhnya dan mana jurnalis abal-abal alias produk media sosial. Maman menamainya: 5R.

Apa saja kira-kira, ya? Berikut 5R yang perlu kamu tahu sebelum jadi jurnalis:

Pertama: Read

Untuk menjadi jurnalis profesional, atau minimal penyampai berita untuk warga sekitar, membaca adalah poin terpenting. Jangan terburu-buru menuliskannya untuk kemudian dibagikan; di media sosial seperti Facebook, untuk menjadi penyambung lidah cukup jempol yang bekerja. Tinggal tekan tombol share, dan tersebarlah informasi yang belum jelas kebenarannya itu. Maka untuk semakin meyakinkan dengan informasi apa yang diterima, kita harus melangkah pada R yang kedua.

Kedua: Research

 Banyak hal yang bisa dilakukan selain kontak langsung. Bisa dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dan internet, mencari-cari referensi melalui buku, atau memang bila diperlukan, datangi narasumbernya langsung agar apa yang akan kita sampaikan nantinya bisa benar-benar dipercaya khalayak umum.

Ketiga: Reliable

Ya, ketika kita sudah membuat pembaca percaya, maka bisa dikatakan mereka akan menjadi pembaca setia tulisan, berita, dan reportase-reportase kita berikutnya. Akan selalu dinanti-nantikan soal apalagi yang akan kita sampaikan untuk menambah wawasan mereka. Maka jadilah jurnalis yang terpercaya, dengan mempertimbangkan segala aspek, baik dari sudut pandang korban, pelaku, saksi, narasumber lain dan segala macam. Selalu lakukan konfirmasi pada orang yang berkaitan langsung dalam suatu peristiwa.

Keempat: Reflecting

Seperti yang sudah disinggung di poin ketiga, jurnalis adalah penyampai fakta. Bisa dibilang kebenaran. Namun sayangnya, belakangan sebagian besar media kurang objektif dalam memberitakan sesuatu. Tidak berimbang dan cenderung asal-asalan. Lebih-lebih tanpa adanya konfirmasi langsung dari kedua belah pihak. Nah, pada bagian ini Kang Maman menunjukkan apa itu Reflecting dalam sebuah praktek.

Ketika di suatu diskusi, Kang Maman melepaskan topi bertuliskan, Iqra (dalam huruf arab) yang dipakainya. Ia berdiri di belakang topi itu lalu bertanya pada peserta di hadapannya, “apa bacanya?” semua serempak berteriak, “Iqra,”. Kang Maman menggeleng, ia bilang tidak ada tulisan. Keduanya menyatakan kebenaran dari sudut pandang masing-masing. Topi itu perwujudan dari “Fakta”, sedangkan Kang Maman dengan audiensi adalah apa yang disebut tadi, Reflecting. Jadi, sebagai pembaca dan penulis khususnya, kita jangan terburu-buru mengatakan sesuatu benar atau salah, sebab bisa jadi itu hanya soal sudut pandang saja.

Kelima: (W) Right

Pada poin akhir ini ia sedikit bermain teka-teki. Yang dimaksud tentu saja, Right, sebab itu bagian dari poin 5R tadi. Hanya saja, di papan tulis ia menambahkan huruf W di depan kata Right. Kang Maman kurang lebih menyampaikan maksudnya yakni, bila kita ingin menjadi jurnalis yang baik dan andal tentu harus mengatakan apa pun dengan benar; tidak ada yang ditutup-tutupi, tidak ada yang dibelokkan, tidak menjiplak karya orang lain, tidak mengarang ucapan narasumber dan segala kebohongan yang seolah dibuat sebagai suatu kebenaran. Sedangkan, untuk peletakan W di depan tak lain bila kita sudah melakukan 5W+1H juga poin 5R, maka lekaslah Wright (baca: Write). Menulislah apa pun yang semestinya ditulis. Sampaikan apa pun yang seharusnya disampaikan.

Selamat mempraktikkan dan “membunuh” para penyebar hoax!

____________________________

*) Image by: http://kotaku.pu.go.id