Di Beranda Ini Hari Kerap Mengutuk Diri
di beranda ini hari kerap mengutuk diri
pada perjumpaan-perjumpaan
yang tak ingin kuakhiri.
bunga kemboja luruh
dahannya rapuh menanggung beban dendam.
sementara
kegilaanku menyambagimu
sekilas melempar pandang
dari celah-celah hari yang berserakan.
Ingin kusentuh
parasmu yang jatuh abadi
pada sepi kanvasku yang muram
dan tandus oleh warna.
Buleleng/Bali, 2020
***
Hari-Hari Berjalan Lebih Cepat
sesekali, aku membayangkan
tahun-tahun berjatuhan,
hari-hari lindap seperti kilat cahaya
mencipta masa silam.
Lalu sebidang khayal
terpaksa aku kubur
bersebelahan dengan bangkai ingatan,
dendam cinta,
juga doa-doa yang teramat suram.
Kutub/Yogyakarta, 2020
***
Pada Sebuah Pencarian
sepanjang malam, manisku
lirik tembang begitu lirih di kejauhan,
lorong-lorong mendedah ingatan
sedang aku mengutuk diri
mencarimu pada tumpukan masa lampau
hanya tuhan-tuhan gemetar di dadamu
kegelisahan panjang yang tak akan kutemukan
sebagaimana ibrahim mencari tuhan
pada benda-benda langit siang dan malam.
Kutub/Yogyakarta, 2020
***
Di Baris Malam yang Gigil Ini
di baris malam yang gigil ini, orang-orang bersikeras
memungut patahan-patahan ingatan
pada lebam punggung arwah masa lampau.
sedang kesiur angin, dan nyala lampu jalanan
menjadi seolah kiblat ketakutan-ketakutan
yang memenjarakan pikiranku.
aku kehilangan diriku sebagai lahan yang suntuk
menampung kuburan bagi tuhan-tuhan kecil,
sampah hari-hari,
juga kilatan masa yang panjang.
Kutub/Yogyakarta, 2020
***
Luka Peninggalan Sejarah
sejauh musim memalingkan wajahnya darimu,
luka peninggalan sejarah masih aku sematkan
dalam kisah panjang kematian-kematian.
dan dari balik jendela kemarau yang lampau ini,
tuhan enggan berbicara dendam cinta
pada pecahan-pecahan rahim ingatan
yang telanjang dalam tandus pikiranku.
Kutub/Yogyakarta, 2020
*) Image by istockphoto.com