Kotak Kayu di Lemari Ibu

Di lemari tua, ada kotak kayu kecil,
berisi foto, pita rambut, dan surat dari lelaki yang tak kembali.
Setiap kali Ibu membukanya,
wajahnya berubah jadi kabut tipis.

Aku pernah membacanya diam-diam,
surat itu penuh janji,
penuh harapan tentang rumah dan anak-anak yang belum lahir,
tapi tak pernah ada nama Ayah dalam kenanganku.

Ibu tak pernah bercerita banyak,
hanya bilang: “Beberapa kenangan tak butuh jawaban.”
Dan aku tumbuh dengan luka yang tidak tahu sumbernya,
hanya merasakan perih tiap kali melihat mata Ibu.

Kini aku simpan kotak itu,
bukan untuk mencari siapa yang salah,
tapi untuk mengingat:
ada masa lalu yang tak akan selesai, tapi harus diterima.

***

Percakapan yang Tak Pernah Tuntas

Kadang, dalam diam, aku berdialog
dengan versi diriku yang sepuluh tahun lebih muda.
Ia bertanya kenapa mimpi-mimpinya belum semua terwujud,
dan aku tak selalu tahu harus menjawab apa.

Aku ingin bilang:
tidak semua hal harus terjadi seperti rencana.
Ada kehilangan yang membuat kita kuat,
dan ada luka yang menjadi alasan kita masih manusia.

Masa depan bukan hadiah,
ia adalah hasil dari pertarungan harian
antara menyerah dan bertahan,
antara takut dan berharap.

Dan aku masih berbicara dengannya malam ini,
berjanji akan terus mencoba,
karena walau jawaban belum lengkap,
pertanyaannya tetap penting.

***

Musim yang Belum Tiba

Masa lalu adalah musim dingin,
sunyi dan penuh kabut.
Daun-daun yang gugur di pelataran ingatan
masih berserakan, menunggu disapu.

Masa depan adalah musim semi,
belum datang, tapi aromanya mulai terasa.
Ada harapan tumbuh di sela-sela tanah beku,
ada warna hijau yang menanti untuk muncul.

Aku adalah peralihan,
terombang antara dingin dan hangat,
antara diam dan mulai,
antara dulu dan nanti.

Tapi di titik ini,
aku ingin belajar menjadi musim itu sendiri
yang datang tak tergesa,
tapi membawa hidup dalam diam.

*) Image by istockphoto.com