KURUNGBUKA.com – (25/02/2024) Menulis itu masalah kebebasan atau “kekangan”. Yang memberanikan diri menulis memiliki keberanian. Ia membahasakan sebagai kebebasan. Pembuktian: ia menulis tanpa beban atau menghindari kepatuhan atas pelbagai kaidah.

Kebebasan itu membuatnya mengalami kepuasan atau kelegaan. Namun, ada pihak yang merasa perbuatan menulis itu direpotkan aturan-aturan atau tata cara yang “menyulitkan”. Pengalaman dalam menulis kadang bergantian dalam menyatakan terbebaskan atau terbelenggu.

“Menulis bebas tampak aneh, tetapi sebenarnya tidak,” pendapat Peter Elbow (1998). Ia ingin banyak orang berani menulis. Maka, ia memberi imbuhan keterangan: “Pikirkan perbedaan antara berbicara dan menulis. Menulis punya keunggulan karena lebih bisa disunting, tetapi itulah juga kelemahannya. Hampir semua orang menyunting di antara saat kata-kata muncul dalam pikiran dan kata-kata itu dituangkan ke atas kertas.”

Kita biasa mengalami maju-mundur untuk menulis. Penyebab terbesar adalah ketakutan atau perayaan kebebasan. Semua itu dipengaruhi ajaran dan situasi saat kita belajar di sekolah.

Akibatnya, menulis “diharuskan” mengikuti dalil-dalil dan tata cara yang menghambat kemauan mengungkapkan pemikiran atau mengumbar imajinasi. Produksi kata yang seharusnya ditulis mengalami penyuntingan.

Peter Elbow menyampaikan: “Kita juga menyunting pikiran dan perasaan yang tidak pantas, yang kita gunakan saat berbicara. Karena dalam menulis tersedia lebih banyak waktu, maka penyuntingan menjadi lebih berat.”

Itulah yang membuat orang-orang kesulitan menulis meski mengaku “ingin” dan “bersemangat”. Yang mesti dimengerti “menulis bebas” itu mendahulukan dihasilkannya tulisan. Urusan-urusan yang lain diperhitungkan belakangan saja.

(Peter Elbow, 2007, Writing Without Teachers, Indonesia Publishing)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<