KEMBALI SEBAGAI ANAK-ANAK
Asida harum di dadamu
aku di rantau hanya bisa memantau
kepada siapa harus kukirim puisi ini
selain kupulangkan ke dada sendiri
menunggu matahari melahirkan pagi
kepada bisoa aku pulang sebagai puisi
sebagai ombak merindukan rijang
merindukan tanjung dan kenangan
merindukan teluk dan pinangan
yang lapang di tanah ibu.
Aku ingin kembali sebagai anak-anak
bergembira menikmati malam ela-ela
di antara jalan dan setapak, sambil
berteriak, ela-ela tako jim jao-jao.
Morotai, 30 Mei 2019.
*
KETIKA LAUT HARUS BICARA
Ketika laut harus bicara
ombak adalah kata-kata
membagi-bagi rasa asin
ke tubuhmu, ke tubuhku
dan kita menjadi aceh
jadi palu, jadi ombok
orang-orang berenang
di atas tubuh asin kita
yang datang sebagai ombak
yang pergi sebagai air mata.
Morotai, 2019.
DI SEBUAH RUANG
Aku telah terbiasa
menikmati kesendirian ini
seperti seseorang di tengah rimba
duduk di atas bukit–di bawahnya
sungai-sungai mengalir
angin seperti pemusik
pohon ranting dan daun-daun
seperti seruling, seperti biola, seperti gitar
betapa merdu suara kesepian itu,
hingga aku tak ingin lagi
mendengar suara perdebatan itu.
Morotai, 2019.
MASUK KELUAR
Kalau kamu ingin keluar
kamu harus masuk.
masuk ke mana?
ke dalam dirimu
setelah itu?
masuk lagi
ke mana?
ke dalam dirinya
lalu?
kamu lihat dirimu.
Morotai, 2018.