Sekapur Sirih Dalam Diri
Ibunyo kambing, buanak lombu (Mak Itah)
Mak,
dalam dondangmu kisah si takar tajau,
perempuan berlari mengejar gelombang,
tapi yang ia temui adalah keruh sungai Kampar
yang terus pasang.
jadilah sirih Nak, yang menjalar di pokok-pokok besar,
mendaki dahan menyentuh pucuk, si tawar si dingin
bagi si sakit.
pada secebis putih kapur Nak,
belajar petatah petitih murni, namun jangan diam
bila diterkam, melawanlah Nak sekuat-kuat kebenaran.
tapi kami tahu, Pangeran Empang Kuala melantak
Bunga Tanjung sebab nafsu pada si bungsu,
bukan serakah pada perak dan perunggu.
Mak, jika Mayang Terurai mati lapar di tengah hutan,
apatah kami ‘kan gelepar di kota sebab tak lagi mandi balimau?
diaduk-aduk Emak juga lempuk durian,
di dekatnya tempoyak di dalam capah.
dikenang-kenang juga warna dan corak,
simbol Melayu jangan kau koyak.
kuning keemasan milik Tuan bijak bestari.
hijau lumut boleh dipinjam kepada Wak dan Tan,
merah bersebati makna berani, hitam abadi
junjungan berseri.
Oiii Sorinonin…. di mano Diang?
Sorinonin… di mano Diang. Oiii
kau ayun-ayun kami Mak dengan lagu sendu
dari Rokan Hulu, jika hidup berkawan empedu
nian kelak berkalang manis si gula enau.
ikan selais, ikan baung,
takkan habis Melayu dijunjung
Kubang Raya, 30 September 2022
***
Aku Menghapus Tanda Lahir
34 tahun kemudian, ketika hari-hari panjangku berganti kulit,
amis pada kulitku lungkrah sehabis mandi,
rasa nyeri pada mata menangis tak ada lagi,
kesedihan hanya tersisa untuk akhirat,
aku mencampakkan raut baik ibuku yang keparat.
aku lahir dari gamang, ketika bebatang tebu jadi ruas empedu,
ketika riwayat bambu cuma jadi sembilu, juga pada huma yang hama dalam kepala,
serta sulur batang labu jadi bayang hantu di rumah roboh takdirku.
aku menghapus tanda lahir.
—
5.678,69 hasta di masa depan, ketika mata ibu meluap ke dalam sungai banjir hujan,
ruh akan keruh, yang bercahaya di langit adalah baju ibuku yang tanggal.
begitu tua imaji,
begitu bangka halusinasi,
ketika nasi dalam sepiring nasihat ibu,
jadi alien terbang di gerbang ususku yang terbakar.
agama ngawur, kitab-kitab kesurupan, seludup ajaran ibu;
meretakkan dinding dingin keterasingan.
jiwaku pun tumbuh sebagai tubuh hari berbangkit.
padang mahsyar yang terbongkar, juga pertemuan yang terbengkalai.
Kubang Raya, 18 Mei 2022
***
(Bukan) Negeri Ikan, Nelayan dan Danau
negeri kami bermula dari I,
tapi (bukan) huruf pada kata Ikan.
orang-orang besar bernapas amis,
orang-orang kecil bernapas emis.
orang-orang besar memakan orang-orang kecil,
orang-orang kecil berharap jadi Yunus.
negeri kami bermula dari N,
tapi (bukan) huruf pada kata Nelayan.
orang-orang tak dikenal meracun ikan-ikan,
orang-orang dikenal menjual racun ikan.
kami selalu percaya kepada tetangga yang pulang malam dan basah badan,
bahwa ikan yang mereka jual pagi ini adalah ikan bawal sungguhan,
bukan ikan bawel yang keluar dari mulut siluman,
yang suka mengaku orang besar dengan baju iman.
negeri kami bermula dari D,
tapi (bukan) huruf pada kata Danau.
selutut demi selutut kami bersujud,
sedekap demi sedekap kami berharap.
kami jalin tangan demi tangan untuk simpul kebersamaan,
untuk simpuh perasaan aman,
tapi mereka yang bukan orang-orang kami,
menjatuhkan curiga, tipudaya dan aniaya,
ke rumah dan ruhama kami,
hingga kami saling curiga, saling tipudaya dan aniaya,
saling meruntuhkan membakar agama.
Kubang Raya , 16 – 22 Maret 2022 , 25 Maret 2023
Keren nian, Kak.