Ketika genre musik pop, folk, rock, hingga dangdut menggempur penikmat musik di Banten hingga Indonesia, Paduraksa hadir membawa warna berbeda dengan suguhan musikalisasi puisi yang liriknya berasal dari karya-karya penyair lokal Banten maupun nasional. Dengan album ‘Jalan yang Lain’, grup musikalisasi puisi yang tumbuh di Komunitas Rumah Dunia (RD) itu akan me-launching mini album perdananya pada 30 September 2019 di Rumah Dunia, Serang, Banten.

Ada pengalaman berbeda yang dirasakan para personel Paduraksa, khususnya Baehaqi Muhammad atau akrab disapa Arif dalam menggubah puisi menjadi musikalisasi puisi. “Bedanya tuh, kita nggak bisa egois ketika menggarap satu puisi ke arah satu genre yang berasal dari keinginan pribadi. Tapi, kita harus menyesuaikan genre musik ini dengan isi puisi itu sendiri. Pokoknya kita jadi belajar rendah hatilah dari puisi,” ungkap pria kelahiran Bekasi itu.

Suatu sore pada 2013, pentolan Paduraksa, Arif tak sengaja mendengar alunan musikalisasi puisi dari sound musik komputer di sekretariat Rumah Dunia yang disetel Ahmad Wayang, Presiden Rumah Dunia periode ke-4. Lagu yang masih terasa asing di telinga pria jangkung berambut gondrong itu ternyata menarik perhatiannya. “Pas didenger-denger, eh, kok enak, ya. Waktu itulah pertama kali tahu musikalisasi puisi dari para relawan Rumah Dunia,” kata Arif kepada kurungbuka.com, Sabtu (28/9) sore.

  • Terus, siapa sih yang mengajari bikin musikalisasi puisi?

Nah, jadi begini. Dulu itu, Presiden Rumah Dunia periode ke-2, Firman Venayaksa, sering main ke RD bawa gitar, baru datang langsung ngajakin main musik-musikan. Nyanyi-nyanyi musikalisasi dari lagu-lagunya Kiamuk atau Hajar Aswad begitu itu. Waktu itu mah dia belum sibuk kayak sekarang. Hingga 2014, karena sering main musik bareng, pertama kali diajakin garap lagu (musikalisasi puisi) untuk di acara ziarah, memperingati wafatnya almarhum Prof. Yoyo dan Wan Anwar. Gue disuruh main kajon, personelnya Firman Venayaksa, Wahyu Arya, Asep Soleh Purnama, dan Rizal Fauzi. Itu komposisi grup Musikalisasi Kiamuk. Sejak itu, sedikit-sedikit Firman ngasih materi lagu-lagu Kiamuk dan Hajar Aswad.

[Arif sesekali membenarkan polemnya (poni lempar/red) sambil memasang senar pada gitarnya].

  • Kalau mulai belajar mengubah puisi menjadi musikalisasi puisi kapan, tuh?

Tahun 2014. Waktu itu pertama kali bikin musikalisasi dari puisi Ahmad Wayang dengan judul Sepanjang Senja. Waktu itu gue masih sama Aeny Asma (vokal) dan Hilman Sutedja a ka Hilman Lamri (bass). Tapi nama Paduraksa sudah ada dan sering kita pakai untuk tampil di RD atau di luar RD dengan lagu-lagu dari Kiamuk, Hajar Aswad, dan Ari Reda. Hingga akhir 2014, baru, deh, ketemu sama Giani Marisa (Gege) di kelas menulis Rumah Dunia, dia punya bakat nyanyi. Waktu itu kita bikin proyek lagu anak-anak dan nggak pernah direncanain bakal masuk Paduraksa. Tapi lambat laun, tepatnya 2015, kita malah coba-coba bikin musikalisasi puisi dari puisi karya Toto ST Radik berjudul ‘Agony Blues’.

Kiri ke kanan: Hilman (Bass), Taufik (Kajon), Gege (Vokal), Acu (Fluet), Baehaqi (Gitar)
  • Ceritain dong bagaimana terbentuknya personel Paduraksa dari awal sampai saat ini?

Terbentuknya sih bertahap, mulai dari ketemu Aeny yang kemudian memilih fokus bekerja, terus Hilman, Gege, dan pada tahun 2016 masuk deh si Taufik. Gue kenal dia di kampus UIN Sultan Maulana Hasanudin, gue ajakin ikut kegiatan RD dan minta dia main kajon. Waktu itu kita garap puisinya Gol A Gong berjudul ‘Kota yang Ditinggalkan Penghuninya’ dengan tur keliling ke beberapa kota mulai dari Tangerang sampai ke Rangkasbitung. Komplet deh tuh personel, gue, Hilman, Gege, Taufik. Tiga tahun kemudian, karena kebutuhan panggung dan peningkatan harmonisasi, Paduraksa bergabung dengan beberapa personel dari Sendratasik Untirta. Kita bikin dua divisi, divisi kreatif dan divisi harmonik. Di divisi kreatif diisi Hilman dan Taufik, sedangkan divisi harmonik yang difungsikan untuk show ada Dandi Musa, Maghfi Nugraha, dan Ardansyah.

  • Dengan komposisi seperti itu, efektif nggak tuh bikin Paduraksa semakin disukai pendengar?

Alhamdulillah, kita semakin solid. Dan 2016, karena sadar sudah punya karya, kita juga ada kas dari hasil menggung terkumpul budget Rp3 juta. Terus banyak orang yang suka sama gaya musik kita. Ya sudah, tumbuh deh niat mendokumentasi karya, ada 12 lagu musikalisasi puisi. Kebetulan pas 2017 ketemu dengan Mas Aldo Mahirs yang bisa bantu kita buat rekaman. Proses rekaman dimulai 2018. Kita serius dan harus komersial, bikin divisi harmonik. Sekarang kita sedang persiapan launching album.

Kiri ke kanan: Maghfi Nugraha (bass) Dandi Musa (Lead Gitar) Djoe Taufik (Cajon) Giani Marisa (vokal) Ardansyah (drum) Baehaqi Muhammad (Gitar)
  • Konsepnya bakal kayak gimana, nih?

Konsepnya sih sederhana aja, di album ini Paduraksa genre lagu-lagunya variatif seperti variatif pop, jazz, balada, dan blues. Ada tujuh lagu di album Jalan yang Lain, yakni: Selepas Senja karya Firrman Venayaksa, Lidah Politikus karya Toto ST Radik, Kidung Sunyi karya Linda Cahya Wibawa, Sepanjang Senja karya Ahmad Wayang, Kutanam Matahari di Halaman Rumah Kita karya Gol A Gong, Sebelum Pukul Tiga karya Muhamad Rois Renaldi, dan Kangen karya WS Rendra. Sama kami undang beberapa guest star. Pokoknya dijamin seru, nyesel kalau nggak datang!

  • Apa rencana Paduraksa ke depan?

Kita berharap lagu-lagu Paduraksa banyak disukai pendengar. Dengan konsep musikalisasi puisi ini, semoga bisa kasih warna berbeda di dunia musik sekarang ini. Doakan, semoga kita bisa tur keliling ke beberapa wilayah di Banten, kayak Tangerang, Serang, Cilegon, Pandeglang, sampai ke Rangkasbitung.

  • Oke, deh, Rif. Makasih udah mau sharing. Semoga di wawancara berikutnya personil lengkap, ya!

Siaaap!

Berhubung Arif kudu gladiresik untuk acara launching senin malam besok, obrolan sore ini ditutup dengan dendangan lagu dari Arif sambil seruput kopi cap kupu-kupu. Yahuuud! Buat wankawan, liat poster di bawah ini, pastikan kamu datang semua, ya~~ (Rhu)