“Setiap buku harus diawali dengan kertas semacam ini. Paling bagus kalau kita pakai yang nuansa warnanya tua seperti merah tua, biru tua, tergantung warna jilid buku itu sendiri. Jadi, kalau kau membuka buku, ibaratnya kau masuk ruang pertunjukan. Kertas-kertas indah itu layarnya. Jadi, begitu layarnya terbuka, barulah pertunjukan dimulai.”
(Cornelia Funke, Inkheart, 2009)
KURUNGBUKA.com – Jari-jari menyentuh dan memegang kertas. Gerakan berulang yang membuat jari-jari bersekutu bersama buku. Adegan membuka halaman-halaman, adegan yang memastikan mata melihat kertas dan suara terdengar cukup merdu. Jari-jari merasakan kertas: halus atau kasar. Kesan menyentuh atau memegang berpengaruh saat membaca buku dalam hitungan menit atau jam.
Orang membeli buku bisa memilih jenis kertas. Konon, penerbit-penerbit berani menerbitkan buku yang judulnya sama tapi beda hasil cetakan. Perbedaan kertas mengartikan perbedaan harga jual. Beda paling tampak biasanya dalam penggunaan kertas untuk sampul. Yang sampul keras atau tebal itu mahal. Para pembeli memberi sebutan-sebutan buku dengan jenis kertas yang berbeda dan persampulan. Yang berani mahal sadar buku sebagai koleksi.
Di buku Inkheart, kita diajak memikirkan tata cara pembuatan buku. Pada suatu masa, ada sekian kertas yang digunakan dalam menghasilkan buku. Pilihan kertas-kertas dalam teknik cetak, yang diharapkan bisa mewujudkan buku bermutu. Kertas yang berbeda, kertas yang bisa diartikan oleh pembaca dalam beragam kepentingan.
Ibarat yang disampaikan tokoh dalam novel gubahan Cornelia Funke membuat kita dimanjakan. Yang membuka buku, yang masuk ruang pertunjukan. Kertas menjadi penentunya. Jenis, tebal, dan warna yang akan membuat pembaca takjub, terlena, dan girang. Pilihan salah bisa mengakibatkan keinginan membaca terganggu dan “selesai” sejak halaman awal.
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<