Setiap akhir tahun biasanya Rumah Dunia mengadakan kegiatan Detik Akhir Detik Awal sebagai tanda mengawali tahun yang baru. Sebuah kegiatan refleksi sekaligus evaluasi untuk tahun yang sudah dilewatkan. Detik Akhir Detik Awal Rumah Dunia juga dijadikan sebagai ajang rembug soal kegiatan apa saja yang akan dilakukan Rumah Dunia di tahun yang baru itu.

Persis sejak tahun 2011 saya ikut serta dalam kegiatan ini dan baru tahun ini saja, 2020, Detik Akhir Detik Awal ditiadakan karena kebijakan Pemprov Banten yang melarang adanya kegiatan di malam tahun baru pada masa pandemi.

Untungnya, euforia tahun baru masih saya rasakan. Motor Literasi (Moli) mengadakan acara syukuran tahun baru dengan bakar ikan di markas besarnya, tepatnya di rumah pendiri Moli yang biasa disebut El Presidente, Kang Firman Venayaksa, Kamis (31/12/2020).

Rupanya kegiatan berlanjut dengan inisiatif dari Kang Firman untuk melakukan kegiatan membaca novel Balada Si Roy (BSR) secara bergantian. Kalau istilah bekennya adalah reading book together. Menurut Kang Firman, kegiatan ini selanjutnya akan dinamakan dengan Tadarusan Balada Si Roy yang akan dilaksanakan setiap malam Jumat bakda isya. Alhamdulillah, semalam setiap orang membaca sampai satu-dua halaman dan tidak terasa sudah menghabiskan 4 bab dengan total 39 halaman.

Tadarusan baca novel ini saya kira adalah langkah yang tepat untuk menyambut novel BSR yang akan difilmkan oleh IDN Pictures bersama Fajar Nugros sebagai sutradaranya. Langkah yang baik pula sebagai pembuka kegiatan di awal tahun 2021. Juga bisa sebagai stimulus untuk mengimbangi tantangan teknologi informasi yang membuat kita justru asosial dan lebih sibuk dengan gawai. Kenapa? Karena di kegiatan ini, kita bebas berekspresi, saling mendengar, bercerita, dan saling bertatap wajah dengan orang-orang di sekitarnya.

Seperti yang terjadi semalam, adanya lintas generasi, seperti saya yang mengalami masa remaja di tahun 2010-an bertemu dengan Pak Wahab dan Bu Risna yang mengalami masa remaja di era 80-an. BSR akhirnya menjadi penghubung lintas generasi seperti kata Kang Firman dalam diskusi tersebut.

Diskusi pun berjalan santai, ringan dan menyenangkan. Pengetahuan baru yang diselingi dengan canda tawa menjadi bumbu tersendiri dalam kegiatan ini. Pengetahuan baru itu, yang saya tangkap adalah soal nilai ‘kenakalan’ remaja pada tiap generasi. Maksudnya, menurut Bu Risna, jika remaja dulu memakai dog tag, wanitanya memakai rok pendek dan tidak berkerudung itu dianggap biasa saja.

Beda hal dengan sekarang, jika seorang remaja muslim memakai rok pendek dan tidak berkerudung ceritanya akan lain. Nah, menarik bukan? Dan sebetulnya masih banyak lagi hal yang dibicarakan semalam.

Sekali lagi, itu adalah sebuah pertemuan yang asyik untuk dilanjutkan sambil menanti poster Balada Si Roy nangkring di dinding bioskop seluruh Indonesia. Okeh berangkaaat!

Tertanda,
Ketua Pelaksana Tadarusan Balada Si Roy