KURUNGBUKA.com – (20/03/2024) Semua dimulai gelisah dan resah. Dua kata yang biasa diucapkan seniman atau artis. Yang memilih dua kata itu Linus Suryadi AG. Para pembaca sastra di Indonesia mengenali namanya dari buku berjudul Pengakuan Pariyem. Sebelum tampil dengan prosa-lirik, ia rajin menulis puisi dan terbit menjadi buku-buku tipis.
Pada masa kecil, ia mengaku menjadi pengarang bukan hobi atau cita-cita. Di desa, ia hanya mengetahui jenis-jenis pekerjaan yang terbatas. Yang dirasakan saat beranjak remaja adalah gelisah dan resah, yang nantinya membuatnya mengetahui sosok dinamakan pengarang.
Linus berada di Kota Jogja. Yang dialami: “Saya dari dusun, dari keluarga petani. Saya tersaruk-saruk di kota pedalaman, menggendong pintalan konflik batin tak berkesudahan.” Mulailah ia mempertanyakan banyak hal, yang tidak mudah dijawab. Yang membuat gelisah dan resah.
Kota membuatnya mengalami kesenjangan dalam penghayatan hidup selama di desa. Namun, semua yang membuatnya sadar dan panen pertanyaan justru mengantarnya menjadi penggubah puisi. Masa menjadi dewasa, yang membuatnya mengerti pergulatan batin, gejolak bahasa, pengalaman, dan tulisan.
Linus (1984) mengungkapkan: “Meskipun puisi-puisi yang saya hasilkan masih tidak bagus, kegelisahan dan keresahan rohani saya memperoleh jalan keluar.” Yang terpenting belum mutu tapi kemampuan menulis puisi. Ia mengetahui puisi-puisi yang apik gubahan para pengarang besar.
Ia membandingkan dengan menyadari kekurangan dan tanggungan kecewa. Namun, menulis puisi sudah menjadi pembebasan, yang ia melakukannya dengan pengharapan dan tanggung jawab. Akhirnya, ia rajin menggubah puisi-puisi, yang sering dilakukan di rumah.
(Pamusuk Eneste (editor), 2009, Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang 3, Gramedia Pustaka Utama)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<