KURUNGBUKA.com – (19/02/2024) Buku tua, buku yang menggoda. Yang mencari, memiliki, dan mengerti buku tua dapat memasalahkan harga dan kenangan yang tercipta. Buku tua yang diwariskan atau diperoleh dengan cara membeli memiliki perbedaan derajat.
Orang yang hanya mengetahui buku tua di perpustakaan atau museum tak dapat mencipta pengalaman berkelanjutan. Ia sekadar melihat atau menonton, paling mentok membacanya sesaat. Buku tua kadang tidak cuma masalah usia tapi pengaruh-pengaruh yang dimunculkan dan ditularkannya.
Jean-Paul Sartre biasa bergaul dengan buku-buku tua. Namun, pengalaman yang dibentuk sering berbeda. Ia ingat buku berjudul L’Enfance des Hommes Illustres, buku mengenai masa kanak-kanak beberapa tokoh besar.
Dulu, ia membaca dan menilainya: “… orang-orang yang ditakdirkan menjadi besar itu sama sekali tidak mirip anak-anak jenius; satu-satunya kemiripan mereka denganku adalah bakat kami sama-sama tanggung, dan aku tidak mengerti mengapa mereka ditokohkan begitu.” Pada masa yang berbeda, Sartre “resmi” menjadi tokoh besar dunia, bukan untuk Prancis saja.
Ia menyimpan buku tua setelah jengkel dan penasaran. Yang terjadi: “Satu tahun kemudian, aku mengobrak-abrik rak-rak buku untuk menemukannya kembali: aku telah berubah, anak jenius di atas sudah menjadi tokoh besar yang tengah dikuasai sikap kekanak-kanakan. Alangkah mengherankan buku itu pun berubah. Kata-katanya tetap sama tapi kali ini apa yang dibicarakan adalah aku sendiri. Aku mempunyai firasat bahwa buku itu akan menjatuhkanku, maka aku membencinya, dia menakutkanku.” Kita terkesima hubungan Sartre dan buku tua: dilema.
(Jean-Paul Sartre, 2009, Kata-Kata, Kepustakaan Populer Gramedia)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<