KURUNGBUKA.com – (11/03/2024) Orang mau menjadi pengarang kadang diketahui sejak bocah tapi tidak terlalu menyadarinya. Bocah yang suka omong memiliki kemungkinan menjadi tukang cerita meski tidak wajib mewujudkan tulisan. Bocah yang bersemangat saat menyelesaikan tugas mengarang dari guru bisa suatu hari nanti menjadi pengarang “sungguhan”.

Masa bocah, masa yang menunjukkan hal-hal yang dapat diramal, tidak semuanya terbukti. Yang terjadi selanjutnya saat menjadi remaja atau dewasa. Hal-hal dari masa kecil menemukan pembenarannya.

Pada suatu masa, Wildan Yatim tinggal dan belajar di Jakarta sebagai murid SMA. Pengalamannya bertambah dalam sastra. Ia yang rajin membaca dengan kesempatan keberuntungan. Wildan Yatim menjelaskan kebiasaannya membaca teks-teks sastra hebat:  “… Hanya karena paman saya loper koran. Waktu itu ia pulang mengaso siang saya dapat membaca cerpen dan sajak terbitan Jakarta, dan kadang-kadang terbitan Jogjakarta dan Surabaya.”

Remaja yang meyakini sastra dari ikut membaca dalam durasi terbatas. Hasrat bercerita sejak kecil menemukan jalan kelanjutannya.

Selama di Jakarta, ia menyadari kehidupannya yang menyedihkan. Hidup secara terbatas dan sederhana bagi remaja yang sedang bergejolak. Yang terjadi: “Di celah kesibukan pelajaran, saya pun mencoba menuangkan rasa haru dan nestapa saya ke dalam cerpen.”

Hari-hari berlalu, cerita pendek itu berhasil dimuat di surat kabar. Keberhasilan dalam cerpen, kegagalan puisi. Remaja itu merasa bisa menulis puisi, dikirim ke majalah-majalah. Puisi-puisinya tidak pernah dimuat. Akhirnya, ia berhenti menulis puisi tapi keranjingan menulis cerita pendek.   

(Pamusuk Eneste (editor), 1982, Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang, Gramedia)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<