KURUNGBUKA.com – (09/04/2024) Yang memasalah predikat pembaca dan penulis adalah Jorge Luis Borges. Kita ingin memahaminya meski pernah bermasalah saat mendefinisikan pembaca dan penulis. Namun, Borges anggaplah yang mampu memberi penjelasan terbaik ketimbang kita meragu.
Borges menjelaskan berdasarkan pengalamannya: “Saya pada dasarnya menganggap diri sebagai pembaca…. tapi saya kira apa yang sudah saya baca jauh lebih penting ketimbang apa yang sudah saya tulis. Lantaran pembaca membaca apa yang dia sukai sedangkan penulis menulis bukan apa yang dia sukai melainkan apa yang dia mampu menuliskannya.”
Penjelasan yang sederhana. Kita boleh membacanya berulang dan mengangguk. Kita yang malu memperhitungkan diri sebagai penulis yang tulisannya masih sedikit. Kita yang mengaku pembaca tapi pertambahan jumlah bacaan sangat lamban. Borges mengakui sebagai pembaca meski menulis sudah banyak. Ia yang memihak berpredikat pembaca.
Kita dituntun “menyelesaikan” pengertian pembaca, yang kita menyandang sebutan itu tapi dikutuk ragu dan malu. Semua dapat bermula dari tanya: apakah kita pembaca yang bermutu dan tebal iman?
Borges pasti pembaca yang agung bila kita mengingatnya sebagai sosok menghuni perpustakaan. Ia yang sering mengenang masa lalunya beralamat di perpustakaan. Pada saat masih bocah, Borges melihat bapaknya yang membaca. Ia terpukau buku-buku. Bocah yang mendengar dan mendapat kalimat-kalimat yang mengesankan.
“Namun, kata-kata itu datang sebagai wahyu buat saya,” pengalaman yang kudus bagi Borges, pembaca yang menelusuri buku-buku sampai menua. Ia terus membaca saat tua dan buta. Pembaca untuk selamanya.
(Tia Setiadi, 2015, Menggali Sumur dengan Ujung Jarum, Diva Press)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<