KURUNGBUKA.com – (26/06/2024) Para pembaca cerita dapat menerima kebetulan. Namun, kebetulan yang sering muncul dalam cerita akan mengecewakan. Yang dikutuk kebetulan-kebetulan biasanya penonton sinetron-sinetron Indonesia. Akhirnya, logika (cerita) rusak. Penonton yang telanjur kesengsem mengidap sakit parah logika.

Yang terjadi, penonton kecanduan dengan abai rusaknya logika. Situasi berbeda dialami pembaca cerita yang tidak ingin dikibuli atau dibodohi. Kebetulan boleh tecantum dalam cerita tapi wajar-wajar saja. Jangan malah itu menjadi keutamaan, yang menguasai cerita.

“Kebetulan-kebetulan melemahkan logika,” tulis Jerome Stern. Ia tidak melarang kebetulan muncul dalam cerita. Peringatannya adalah kebetulah menguatkan cerita, bukan membuatnya ambruk. Penulis yang bermain kebetulan kadang punya tujuan yang dirasakan pembaca sebagai “pengkhianatan” meski penulis berharap “mengandalkan muslihat untuk menyudahi cerita.”

Jadi, kebetulan yang ditaruh di awal dan akhir cerita ingin memberi kejutan, yang mengesankan bagi pembaca. Namun, ada masalah-masalah yang kadang menimbulkan kecewa susah terobati. Kecewa gara-gara kebetulan sungguh-sungguh merusak logika dan meledek pengetahuan pembaca.

Anjuran dari Jerome Stern: “Jika kebetulan dimaksudkan untuk ambil bagian dalam cerota, kamu dapat mencegah kritik dengan membangun kebetulan menjadi premis fiksi.” Kebetulan yang sudah dipertimbangan serius. Ditaruh tidak sekadar untuk kejutan. Yang dilakukan penulis adalah menggerakkan cerita dengan ketegangan dan ramalan yang tidak mudah terbenarkan.

Kebetulan akan mujarab tapi tidak merendahkan pembaca. Pembaca yang sadar adanya kebetulan berusaha tidak terjebak dan tertipu. Kebetulan itu lumrah asal menjadikan cerita istimewa, bukan picisan. Kebetulan tetap penting.

(Jerome Stern, 2022, Making Shapely Fiction, Diva Press)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<