KURUNGBUKA.com – Pada saat menjadi murid, anak-anak berharap memiliki kecerdasan untuk beberapa pelajaran. Mereka sadar tidak semua dapat dikuasai dengan baik tapi unggul untuk pelajaran-pelajaran yang terpenting memberi kebanggaan. Maka, belajar di kelas menjadi ajang untuk bersaing kemampuan dalam menbgikuti pelajaran-pelajaran.

Di kelas, pelajaran yang diberikan guru dipahami oleh murid-murid secara berbeda. Ada yang cepat paham. Ada yang kesulitan dan kebingungan. Jadi, anak-anak memiliki takdir dan pilihannya dalam mengerti dan menguasai pelajaran. Yang menentukan adalah cara guru mengajar dan kemampuan anak dalam mengikutinya.

Di novel gubahan Judy Blume berjudul Blubber (1995), kita mengetahui sikap anak dalam belajar sekaligus penilaiannya terhadap guru. Seorang anak mengatakan kepada temannya: “Wah, kelasku asyik sekali. Pak Venderburg menciptakan permainan matematika supaya kami gampang menghafal perkalian.” Pada umumnya, anak sulit memahami matematika dan menyukainya. Banyak yang sejak awal sudah mengalami sulit dan akhirnya membenci matematika.

Namun, ada anak-anak yang senang setelah terpengaruh cara guru yang mengajar. Belajar dengan permainan itu menjadikan anak-anak gembira ketimbang pusing. Yang terjadi: “Aku jadi angka 48. Setiap kali dia menyebut enam kali delapan atau empat kali dua belas, aku melompat dan berteriak: saya.”

Matematika yang menghibur, belum tentu terjadi pula untuk pelajaran-pelajaran yang lain. Novel itu tidak lupa mengisahkan guru-guru yang gagal menggembirakan anak dalam belajar. Guru yang dituduh menjengkelkan dan menyiksa.

*) Image by Urvil Official Book

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<