KURUNGBUKA.com – Saya merasa seperti terbangun dari mimpi panjang ketika mendarat di Sydney. Begitu roda pesawat menyentuh landasan, dorongan kegembiraan dari dalam hati sulit untuk diungkap dengan kata-kata. Demikian pula dengan istri saya. Sudah lama sekali kami berdua memimpikan mengunjungi Sydney, dan semua baru terwujud hari ini. Sydney Opera House yang gambarnya hanya bisa saya lihat dalam kelander sejak masih kecil di kampung dulu, kini ada di depan mata.

Hari pertama di Sydney, kami berdua membuka petualangan dengan mengunjungi ikon Australia: Sydney Opera House. Seperti yang saya katakan tadi, ketika melangkah ke area pelabuhan, mata kami sepenuhnya tertuju pada bangunan megah yang memang sejak kecil ada di buku-buku pelajaran di sekolah atau di kalender yang digantung pada dinding sekolah. Jujur, hari itu saya dan istri tak kuasa menahan rasa kagum yang menyelimuti diri.

Kami semakin mendekat dan saya sendiri merasakan getaran yang luar biasa dari arsitektur yang unik. Bentuk atap yang menyerupai tempurung kerang soalah-olah menyambut  kami dengan hangat. Saya membayangkan orang-orang terdahulu yang memiliki ide lalu mewujudkan ini jadi kenyataan. Sungguh hebat dan ini sesungguhnya menunjukkan betapa luar biasanya kemampuan manusia dalam menciptakan keindahan yang abadi.

Ketika memposting foto-foto di sini melalui akun sosial media, kami langsung diserbu komentar dari keluarga maupun sahabat di tanah air. Belum sah ke Australia kalau belum mengunjungi Sydney Opera House, begitu kata orang kebanyakan.

Satu jam berlalu dan seketika kami merasakan perut yang mulai berontak. Udara dingin memang cenderung membuat orang cepat lapar. Rupanya sudah waktunya diisi. Tanpa banyak buang tempo kami ingat ada restoran Indonesia yang terkenal di Sydney. Saya dan istri ke sana. Shalom Indonesia Restaurant merupakan rekomendasi dari kolega-kolega kami yang sekolah di Sydney. Berdiri sejak tahun 1998, restoran yang pertama ada di Kingsford ini merupakan bisnis keluarga. Dengan niat awal ingin memperkenalkan masakan Indonesia agar lebih dikenal lagi, Shalom kini menjadi incaran banyak masyarakat Indonesia maupun warga lokal Australia.

Bagi kami berdua, menikmati makanan khas Indonesia di luar negeri memberikan seolah memberikan rasa kedekatan dengan rumah,  dengan kata lain, seolah-olah kami diberi pelukan hangat dari jauh oleh sanak saudara di Indonesia. Nasi goreng, rendang, dan sate—semua ini terasa sangat nyaman dan membangkitkan nostalgia yang mendalam. Makanan Indonesia, dengan segala kekayaan rasa dan aromanya, mengingatkan kami untuk selalu ingat Indonesia, dan selalu ingin berbuat yang terbaik untuknya.

Saat perut kenyang, kami menyusuri jalan-jalan di Sydney yang tak pernah sepi. kota ini tak pernah tidur. Keramaian yang disuguhkannya tak pernah berhenti mengundang decak kagum. Tak jarang kami berpapasan dengan orang Indonesia walau tak sempat bertegur sapa. Hampir dua jam kami habiskan waktu untuk melihat sealigus menikmati wajah kota. Kalau sudah capek jalan, kami duduk sebentar sembari menyaksikan apa saja yang ada di depan mata. Dan tak lama berselang, saya memutuskan untuk kembali ke penginapan.

Di penginapan yang kami peroleh lewat Airbnb, malam larut bersama dinginnya udara kota. Kemudian selepas salat Isya, saya dan istri langsung tidur. 

Hari kedua di Sydney, saya dan istri melanjutkan perjalanan ke The University of Sydney, salah satu institusi pendidikan tertua dan paling bergengsi di Australia. Saya ingat dosen saya di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP, Universitas Mataram yang pernah menempuh pendidikan doktornya di kampus ini. Cerita-ceritanya tentang Australia ketika saya hadir di kelas-kelasnya dulu cukup mampu membangkitkan semangat saya juga untuk sekolah di luar negeri/Australia.

The University of Sydney merupakan kampus dengan bangunan bergaya gothic yang mengesankan. Saat melangkah di antara dinding-dinding batu yang penuh sejarah ini, saya merasa seolah-olah saya sedang berjalan di lorong-lorong waktu yang telah mencetak generasi-generasi cerdas dan inovatif. Disini saya dan istri bertemu dengan beberapa mahasiswa Indonesia. Kami ngobrolin hal-hal yang standar saja ala mahasiswa. Bagaimana mereka belajar, menikmati kehidupan kampus dan seterusnya. Salah satu dari mereka mengungkapkan kebanggaannya pada kampus tertua ini. The University of Sydney bukan hanya tempat untuk memperoleh ilmu, tetapi juga pusat pengembangan ide-ide baru, ungkapnya.

Sydney dan kampus ini adalah gambaran nyata akan sebuah peradaban yang telah lama berkembang. Sistem transportasi yang efisien, kebersihan kota yang menakjubkan, serta infrastruktur yang sangat mendukung kehidupan sehari-hari—semua ini adalah hasil dari investasi yang signifikan pada semua negara maju, termasuk Australia.

Banyak hal yang saya kagumi dari kehidupan di Australia. Satu yang ingin saya tulis kali ini yakni sikap menghargai keragaman maupun kesetaraan. Di sini, saya melihat masyarakat yang sangat menghargai inklusi dan keberagaman. Bisa jadi ini merupakan refleksi dari bagaimana peradaban maju bisa mengembangkan sikap terbuka dan saling menghormati. Di tempat-tempat umum atau fasilitas umum misalnya, hak-hak mereka yang punya kebutuhan berbeda dengan orang kebanyakan juga selalu menjadi prioritas negara. Tak ada yang dibeda-bedakan sama sekali. 

Kini sudah hampir satu tahun kami bermukin di Australia. Pikiran semakin terbuka. Banyak hal yang saya pelajari dari perjalanan ke Sydney. Saya bersyukur atas apa yang mampu dicapai hingga hari ini. Jika boleh dirangkum, perjalanan ini membentuk diri saya ke arah yang lebih baik. Sydney mengingatkan kami bahwa dunia ini penuh dengan kemungkinan yang tak terbatas, dan setiap perjalanan adalah kesempatan untuk belajar dan tumbuh.