KURUNGBUKA.com – Film pendek Wahyu (2024) garapan Nada Leo Prakasa, produksi Akasia Pictures dari Program Studi Televisi dan Film, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, mengangkat isu yang jarang disentuh: predator seksual di lingkungan pesantren. Dengan durasi 17 menit, film ini berhasil masuk dalam daftar 30 Shortlist KlikFilm Short Movie Competition di Jakarta World Cinema 2025.
Cerita mengikuti Wahyu, seorang remaja dengan penyimpangan seksual yang nekat masuk pesantren demi memuaskan hasratnya. Namun niatnya tak berjalan mulus karena Cholis, seorang santri tuna rungu, justru menyadari gerak-gerik mencurigakan Wahyu. Dari sinilah ketegangan lahir: apakah Wahyu akan terungkap, atau justru berhasil melancarkan niat buruknya?
Yang menarik dari film ini adalah keberaniannya memilih latar pesantren. Di tengah maraknya berita tentang penyimpangan di lembaga pendidikan agama, Wahyu tampil sebagai cermin yang memantulkan realitas pahit tanpa bermaksud mendiskreditkan pihak tertentu. Film ini tidak menggurui, melainkan memberi peringatan: predator seks bisa ada di mana saja, dan kewaspadaan adalah kunci.
Dari sisi teknis, akting para pemain terasa natural, didukung pengambilan gambar yang apik dan memanjakan mata. Namun ada satu hal yang terasa janggal: sebagai santri baru, Wahyu digambarkan begitu dominan dan berani menampakkan perilakunya, padahal logikanya ia seharusnya lebih berhati-hati atau malu-malu. Alur waktu juga masih terasa kabur sehingga penonton harus menebak-nebak detail peristiwanya.
Meski demikian, Wahyu tetap menjadi karya penting. Ia berfungsi sebagai alarm sosial sekaligus media kritik terhadap lembaga pendidikan, khususnya pesantren, agar lebih waspada dalam menjaga lingkungan aman bagi para santrinya.
Skor: 8/10
*) Image by https://pstf.fib.unej.ac.id/