BALI — Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) yang bernaung dalam lembaga nirlaba Yayasan Mudra Swari Saraswati kembali dibuka tahun ini. Jika pada tahun 2019 terkumpul sebanyak 1.253 karya dari 1.217 penulis, maka di tahun ini diharapkan lebih banyak penulis lagi untuk mengirimkan karyanya.
Pemilihan pemenang seleksi ini berdasarkan dengan sejumlah kriteria termasuk kualitas karya, prestasi dan konsistensi dalam berkarya, serta dedikasi dalam pengembangan kesusastraan Indonesia. Seleksi ini terbuka bagi penulis berkewarganegaraan Indonesia.
Karya yang dikirim merupakan karya asli, bukan saduran, terjemahan, maupun tiruan. Panitia menggunakan piranti lunak untuk memeriksa kemungkinan karya tiruan. Karya yang dikirim merupakan karya fiksi berupa cerita pendek atau puisi. Selain itu karya yang dikirim merupakan karya yang belum pernah diterbitkan.
Tema karya sebaiknya mencerminkan pergulatan manusia dengan isu-isu sosial, budaya, dan lingkungan. Karya yang dikirim menunjukkan kreativitas dalam penggarapan cerita serta pelukisan karakter.
Peserta cukup mengirimkan satu karya untuk cerita pendek atau dua karya untuk puisi. Panjang maksimal untuk karya dengan kategori cerita pendek adalah 3.000 kata. Panjang maksimal untuk karya dengan kategori puisi adalah 300 kata.
Peserta UWRF 2017 perwakilan Banten Aksan Taqwin Embe mengatakan, bersyukur pernah mengikuti kegiatan tersebut. Ini bukan kali pertama dia kirim naskah ke UWRF, karenanya ia belajar dari pengalamannya dulu.
Ketika tahun 2017 mengetahui adanya info tentang UWRF lagi, ia bergerak cepat untuk mengirimkan karyanya dengan memerhatikan beberapa hal salah satunya adalah memilih karya yang dianggapnya tepat dengan tema yang diangkat oleh penyelenggara.
“Saya dengan cermat menyortir beberapa naskah yang sesuai atau masih memiliki kedekatan dengan tema yang diusung,” ujarnya.
Sementara itu, peserta UWRF 2017 perwakilan dari Banten pula, Ade Ubaidil mengatakan, jika seseorang hendak terpilih maka karyanya pun harus unik dan beda. “Bagus saja tidak cukup, karena di luar sana ada banyak karya yang bagus. Jadi harus benar-benar beda dengan yang lain,” kata Ade.
Ade menuturkan, berkaca kepada karyanya yang dipilih oleh UWRF memang tidak lepas dari persoalan sosial. “Terutama terkait tema kearifan lokal. Tapi jika hendak mengirimkannya apa pun genre dan tulisan kita ya optimis saja,” tuturnya.
Lain hal dengan yang diucapkan oleh Seruni Unie, penyair perempuan asal Solo. Ia mengatakan tak memiliki tip khusus. “Saya lebih mengedepankan usaha dan doa. Banyak tulisan yang lebih bagus. Tapi soal berkah tak setiap orang sama. Tulisan saya kerap dipandang sebelah mata. Tapi kenyataan lihat sendiri, kan? Meminjam istilah Ade saat dulu pernah bertemu, saya percaya konsep ‘mestakung’,” terangnya yang juga salah satu penulis emerging UWRF 2017.
Para penulis emerging terpilih nantinya akan diterbangkan dari kota asalnya masing-masing untuk menghadiri perhelatan Ubud Writers & Readers Festival 2020 yang akan diselenggarakan pada 28 Oktober – 1 November mendatang.
Para penulis emerging ini akan diundang sebagai pembicara dan ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan Festival seperti panel diskusi, lokakarya, peluncuran buku, dan lainnya. Seluruh biaya penerbangan dan akomodasi penulis emerging terpilih selama menghadiri UWRF 2020 akan ditanggung oleh Emerging Writers Patron, yaitu program pendanaan bagi para penulis emerging terpilih.
Sebagai salah satu komitmen UWRF untuk memberikan ruang dan menghadirkan karya-karya anak bangsa ke hadapan dunia internasional, Festival juga akan menerjemahkan karya-karya terpilih penulis emerging yang telah lolos seleksi tersebut ke dalam bahasa Inggris.
Karya-karya mereka juga akan dibukukan dan diterbitkan ke dalam buku Antologi dwi bahasa UWRF 2020, serta diluncurkan pada UWRF 2020 mendatang. (Lemri)
___________________
Info selengkapnya: