KURUNGBUKA.com – Orang asal desa pergi ke Jakarta. Ia bakal membuat daftar tempat-tempat yang ingin dikunjungi. Apakah ia mau pergi ke Monas? Wajarlah mewujudkan ingin melihat Monumen Nasional yang menjulang tinggi. Orang itu berlanjut mengunjungi Istana Kepresidenan. Apakah ia menjadi tamu? Apakah ia sekadar ingin melihat bangunan yang dihuni tokoh menentukan nasib Indonesia? Yang masuk akal adalah orang desa itu dolan ke TMII. Ia tidak perlu memasalahkan TMII berkaitan Tien Soeharto atau Arief Budiman. Yang terpenting ia menjadi orang yang gembira dalam piknik.
Mumpung masih di Jakarta, ia bakal dolan ke Blok M untuk mejeng? Ia mungkin ragu-ragu. Tempat-tempat penting masih dapat dikunjungi ketimbang menggerakkan tubuh menuju Blok M.
Pada suatu masa, Blok M itu terkenal dengan kehadiran kaum muda, yang memiliki beragam pamrih. Pada masa sekarang, Blok M tetap menjadi perhatian. Konon, ada toko buku yang bangkit lagi di Blok M. Sebelumnya, ada orang-orang yang mengartikan Blok M adalah kios-kios buku yang menjual buku (lama dan baru) berharga murah. Sebagian orang mengingatnya dengan kuliner. Yang kita ingat adalah Blok M, penamaan untuk tempat yang ikut menjelaskan perkembangan Jakarta abad XX dan XXI.
Ada yang mengisahkan Blok M. Pengarang itu bernama Helmi Yahya. Kita mengetahuinya sebagai artis yang sering tampil di televisi? Jadi, Helmi Yahya itu artis sekaligus pengarang? Kita jangan terlalu terkejut mengetahui tokoh terkenal yang memiliki beberapa kelebihan.
Di majalah Hai, 7-13 Maret 1989, kita membaca cerita bersambung berjudul Blok M Bakal Lokasi Mejeng. Yang menulis bernama Helmi Yahya tapi pembaca tiada menemukan fotonya. Yang terlihat adalah gambar perempuan dan lelaki yang diimajinasikan dalam jalinan asmara.
Yang diceritakan: “Pulang sekolah, Lola langsung ke Sarinah Jaya untuk mendinginkan badannya yang kepanasan. Tapi di sana malah ketemu Hendri, cowok yang naksir berat pada Lola. Hendri dicuekin begitu saja oleh Lola malahan pergi ke Melawai Plaza mencari Winda, Uyun, dan Farida untuk sama-sama ngeceng.” Kita yang belum pernah ke Jakarta berimajinasi Blok M. Imajinasi dengan kata-kata, bukan gambar atau foto.
Blok M itu tempat yang terkenal? Tokoh-tokoh yang diceritakan masih muda. Mereka adalah kaum yang ingin senang-senang. Mereka mengalami kota yang berubah. Hidup mereka belum tentu bahagia. Pergi dan mejeng bersama teman-teman kadang menjadi pembebasan selain raihan kesenangan. Konon, mejeng di tempat-tempat terkenal dan terpenting bisa meninggikan gengsi. Yang jelas mereka harus menjadi jamaah-konsumsi.
Siapa itu Lola? Kita membaca kisahnya: “Lola sebenarnya udah enggak nafsu makan. Habis baru tadi sore ditraktir Winda di A&W, Blok M. Jadi masih kenyang. Lola sebenarnya kepaksa aja ikut gabung sama papa dan mamanya di meja makan sebab perkara makan malam itu udah jadi tradisi keluarga. Begitu juga sarapan pagi. Harus bareng.”
Pembaca mengerti bahwa remaja punya kemauan dan kekuatan untuk protes terhadap aturan-aturan dalam keluarga dan masyarakat. Namun, mereka kadang mengimbuhi perlawanan dengan pamer keberanian untuk mejeng, yang dianggap golongan tua adalah peristiwa yang angkuh dan sia-sia.
Di Jakarta, remaja di sekolah dan keluarga memiliki masalah-masalah yang bertumpuk. Situasi yang menekan dan tidak jelas biasanya dilampiaskan dengan pergi dari rumah menuju tempat-tempat untuk bergerombol bareng teman atau menikmati pacaran.
Di tempat mejeng, para remaja atau kaum muda melakukan hal-hal dalam persaingan dan konflik. Mereka merraih bahagai dan kebanggaan, yang menimbulkan akibat-akibat (tak) terduga.
Yang salah mengerti mengartikan kebiasaan mejeng mereka berdekatan dengan kenakalan dan pelanggaran moral. Apakah masalah-masalah itu terkandung dalam cerita yang digubah Helmi Yahya? Yang kita penasaran adalah cerita bersambung itu pernah terbit menjadi buku?
Di majalah Hai, kita membaca cerita yang merekam perkembangan Blok M sekaligus mengisahkan gejolak remaja di kota. Yang membaca tidak usah tergesa-gesa melakukan riset (sastra) dalam kepentingan pengisahan dan penjelasan Jakarta. Yang patut mendapat perhatian adalah kesungguhan pengarang menjadikan Blok M sebagai cerita. Kehadirannya di majalah remaja makin teranggap tepat. Jadi, cerita itu mengingatkan saja, belum tentu dijadikan sumber untuk riset tentang sastra (remaja) dan Jakarta.
*) Image by dokumentasi pribadi Bandung Mawardi (Kabut)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<