KURUNGBUKA.com – (09/07/2024) Pada suatu masa, perdebatan gara-gara puisi terjadi ramai dan panjang. Mereka yang berani dan tangguh berdebat menyodorkan argumentasi-argumentasi yang ingin menang, pantang kalah dan patah. Debat-debat melibatkan deretan dalil yang memusingkan sekaligus mencerahkan.
Puisi tidak selesai sebagai puisi. Ada yang menghendaki puisi bertautan atau bertentangan dengan iman, ideologi, adat, identitas, dan lain-lain. Maka, debat-debat yang merujudk atau bersinggungan dengan puisi adalah upaya menerima dan menolak, yang tidak semudah mengucap satu atau seribu kata. Puisi selalu perdebatan.
Kita mengetahuinya lagi dari penjelasan Adonis, yang rajin menggubah puisi dan dituduh merusak puisi di Arab. Ia tidak mundur atau menyerah. Yang dilakukan adalah menulis puisi dan membesarkannya dengan tumpukan penjelasan dan argumentasi. Kita menyimak yang dianut Adonis: “Puisi tidak bisa disesuaikan dengan agama atau ideologi.”
Kita membayangkan Adonis yang menulis puisi dalam suasana berbeda di Arab dan Eropa. Ia yang memiliki masa lalunya di Arab, yang berkembang dengan beragam gairah sastra dan pemikiran di Eropa. Yang terjadi: ia terus menulis puisi, yang memungkinkan debat-debat tidak pernah selesai.
Adonis melanjutkan: “Puisi menawarkan pengetahuan eksplosif dan mengejutkan.” Kita tidak mudah memahaminya meski hanya satu kalimat. Kita diharuskan mengetahui dulu kehadiran kalimat itu berlatar Eropa atau Arab. Adonis yang menulis puisi, yang menawarkan argumentasi.
Kita yang kadang berperan sebagai pembaca menyadari bahwa menulis puisi berarti menulis argumentasi, yang nantinya bakal diberikan saat pembaca-pembaca menggugat atau ramai pertanyaan.
(Charles M, 2022, Adonis: Seorang Revolusioner Syair Arab, Basabasi)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<