KURUNGBUKA.com – (27/04/2024) Yang pernah belajar di sekolah, ingatan sulit dimengerti bila membuka buku pelajaran dan mendengar penjelasan guru: pilihan diksi. Pada saat belajar tentang puisi, pilihan diksi itu dimunculkan sekadar kepatutan agar murid-murid bisa mengerjakan ulangan atau ujian.

Pilihan diksi mudah dijelaskan dalam waktu singkat, tidak perlu ada debat atau keberanian menggugat. Konon, diksi itu kata. Yang membuktikan keunggulan puisi: pilihan diksi. Selesai menjadi murid dan mahasiswa, pilihan diksi belum bisa diganti seolah itu mengabadai bila berurusan puisi.

Kamus-kamus tidak memadai dalam mengartikan kata atau diksi. Namun, puisi di Indonesia terus berkembang. Orang-orang masih menyebut pilihan diksi ketimbang pilihan kata. Kita sejenak menyimak penjelasan kata dari Afrizal Malna: “Sesuatu yang saya ucapkan, saya alami, pernah saya rasakan melalui peristiwa atau kejadian yang saya alami.”

Ia membuat kalimat tidak terlalu sulit dibaca. Kita membaca masalah kata, tidak ditulis sebagai diksi. Yang dipentingkan tentang kata sudah disampaikan Afrizal Malna tanpa meniru sebagai guru dan mengulang isi buku pelajaran.

Peringatan yang disampaikan Afrizal Malna: “Arti kata yang sering saya ucapkan sehari-hari, belum tentu sama dengan arti kata dalam kamus yang membekukan kata.” Ia seolah mengejek kamus. Keberanian menentukan sikap di hadapan kamus.

Afrizal Malna pasti memiliki pengalaman membuka kamus-kamus. Namun, ia memilih tidak beriman pada kamus-kamus. Yang dilakukan adalah bicara dan membuat tulisan-tulisan yang menciptakan kamus. Ia menggunakan kata-kata tanpa kepatuhan arti dalam kamus.

(Afrizal Malna, 2021. Kandang Ayam: Korpus Dapur Teks, Diva)

Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya terbaik penulis di Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<