KURUNGBUKA.com – Membaca soal kemauan, bukan perihal “saya ndak punya buku,” atau “harga buku mahal sekali…” atau “wah, saya tak punya waktu untuk membaca!” … perpustakaan, rumah baca atau lapak koran (walau sudah sangat jarang) adalah solusi. Atau membaca lewat gawai (boleh didiskusikan lebih lanjut soal membaca buku teks & membaca buku digital—namun tulisan ini tak maksud ke arah sana) mengapa tidak? Banyak sekali e-paper koran atau website-website yang berisi tulisan bagus serta enak dibaca.
Buku agaknya memang kebutuhan nomor sekian (atau tak masuk dalam daftar nomor itu?) orang-orang bisa membeli sepotong baju seharga 250 ribu atau sepasang sepatu seharga 900 ribu—tapi tidak untuk buku? Seperti yang dikatakan Yusi Avianto Pareanom: kalau memang tidak terbiasa dengan membaca, sampai kapan pun, bahkan bila dalam kondisi finansial yang mencukupi, ia tidak akan membaca1. Artinya bukan masalah “harga buku mahal sekali… saya tak punya uang!” tapi memang ada uang atau tidak: saya takkan membeli buku.
Perihal waktu membaca—solusinya adalah membikin waktu khusus untuk membaca. Misal Nitin Sawhney, salah satu juri Booker Prize 2024, membagikan jam membacanya: i like to read between 5am an 9am2. Kita juga tak harus mengikuti jam membaca Sawhney, maksud saya: buatlah waktu membacamu, bukan carilah waktu membacamu. Karena ketika dicari—kita takkan pernah menemukannya.
Mulailah membaca apa saja, topik apa saja—waktu SD, saya membaca Majalah Misteri. Isinya ulasan rumah tua berhantu, kisah bertemu jin & cara memasan pelet serta susuk. Saya ingat betul: isi halaman setelah kaver adalah nomor-nomor para dukun yang dapat mengabulkan permintaan kita yang tak masuk akal. Anak SD macam saya ‘penasaran’ dengan dunia lain, dunia yang tak nampak oleh mata: benar ndak ya itu ada? Pikir saya waktu itu. Saya penakut, tapi saya suka membaca majalah itu. Ah, ya, komik Petruk Gareng juga—ini juga masih tentang cerita hantu. Saya sangat suka. Sudah pasti Majalah Bobo, komik surga-neraka & Wiro Sableng juga bacaan saya waktu itu.
Setelah itu saya tahu sekaligus sadar: ternyata membaca bukan hanya membuat saya katarsis, namun juga memberitahu saya tentang tata bahasa. Misal penggunaan ‘di’, salah penggunaan, salah pula maknanya. Contohnya: salat boleh dilanggar [1] & salat boleh di langgar [2]. Kalimat pertama bermakna bahwa ‘boleh saja orang meninggalkan salat’, sedangkan kalimat kedua bermakna ‘salat dapat pula dilaksanakan di langgar’ … Hal-hal seperti ini saya dapat karena membaca. Setelah mendapat pengetahuan soal tata bahasa, saya juga merasa bahwa teks dapat pula memberitahu perihal baik-buruk, namun teks tidak menceramahi, melainkan saya sebagai pembaca yang menginterpretasi, yang mengambil kesimpulan.
Dalam kasus saya, ketika membaca puisi. Misal ‘Dengan Kata Lain’3 karya Joko Pinurbo atau ‘Suasana’4 karya Leon Agusta—puisi Jokpin membuat saya mengerti: bahwa guru memperkaya manusia & tak bisa dibalas dengan apa pun, guru mengamalkan apa yang dipercaya Erich Fromm: ia memberikan kebahagiaan, minat, pemahaman, pengetahuan, kejenakaan, atau kesedihannya—semua ekspresi dan manifestasi dari apa yang hidup di dalam dirinya. dengan memberikan hidupnya, ia memperkaya orang lain5 … ya, guru bukan sekadar mengajar, melainkan: menemani saat-saat terburuk muridnya, berdiskusi soal minat muridnya, tertawa bersama di dalam kelas karena hal-hal konyol, menangis bersama ketika hari guru telah tiba atau ketika murid-muridnya telah lulus, berbahagia jika muridnya memahami pelajaran & mendapatkan nilai bagus. Sedangkan puisi Leon Agusta itu membuat saya belajar memaafkan siapa pun, terkhusus: memaafkan diri sendiri, memaafkan trauma di masa kecil, memaafkan segala yang membuat hari muram—seperti penutup puisinya: semua sudah dimaafkan sebab kita pernah bahagia.
Sejak 2022, saya berencana ingin membaca 100 buku selama setahun & tak pernah tercapai. Pada 2022, saya membaca 66 buku. Sewaktu 2023, saya membaca 52 buku. Di 2024, saya membaca 51 buku. Saya ingin aktivitas membaca seperti makan-minum. Dengan begitu, saya selalu lapar & selalu haus.
Medan, 2025
Catatan:
- https://www.whiteboardjournal.com/interview/ideas/karya-sastra-bersama-yusi-avianto-pareanom/ ↩︎
- https://www.instagram.com/p/DEU3BOvtrKE/?img_index=1 ↩︎
- https://www.sepenuhnya.com/2018/03/puisi-dengan-kata-lain.html ↩︎
- https://www.sepenuhnya.com/2024/08/puisi-suasana-karya-leon-agusta.html ↩︎
- The Art Loving karya Erich Fromm hal. 31. ↩︎
*) Image by Andy Warhol, ‘Flowers’ [1970]
KOMBUR adalah kolom khusus berisi catatan Titan Sadewo (kurator puisi Kurungbuka.com) perihal apa saja. Kombur adalah bergosip/banyak bicara, istilah yang sering digunakan di Medan.