KURUNGBUKA.com, LEBAK – Senin (28/08/2023) Kantor Bahasa Provinsi Banten menampilkan hasil revitalisasi sastra lisan pupulih di Auditorium BPMP Provinsi Banten. Kegiatan yang dibuka oleh Bupati Lebak, Dr. Hj. Iti Octavia Jayabaya, S.E., M.M., tersebut merupakan puncak program pelindungan sastra lisan berbahasa daerah di Kabupaten Lebak.

“Kita memilliki kekayaan budaya yang terkadang kita lupakan. Pupulih yang dituturkan masyarakat Kanekes menggunakan bahasa Sunda Banten adalah salah satu yang perlu dilestarikan pada era teknologi ini,” tutur bupati dalam sambutannya.

Kepala Kantor Bahasa Provinsi Banten, Asep Juanda, S.Ag., M.Hum., menyampaikan terima kasih yang tulus atas dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak atas dukungan dan apresiasi yang luar biasa. Beliau juga memaparkan program revitalisasi bahasa daerah sebagai salah satu program unggulan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam program Merdeka Belajar episode 17.

Salah satu tujuan program ini adalah meningkatkan daya hidup bahasa daerah melalui pendidikan dengan cara yang kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Ia juga berharap seluruh pihak dapat bersinergi dalam menindak lanjuti dan mengimplementasikan program ini lewat penerapan bahan ajar di sekolah dan penyelenggaraan lomba.

“Kerja kolaborasi dan sinergisitas yang terus dilakukan merupakan kunci dari upaya pelindungan bahasa dan sastra daerah yang lebih berdampak,” ungkapnya.

Pada kesempatan tersebut, terdapat empat penampil pupulih yang berasal dari Teater Guriang featuring Studio Tata Artistik, SMPN 1 Cibeber, SMK Banten Raya Cikulur, dan SMAN 10 Pandeglang. Para penampil merupakan perwakilan peserta pelatihan pewarisan sastra lisan dari para maestro pupulih yang diselenggarakan sejak bulan Mei di Kanekes.

Salah satu pelatih, Dede A. Majid dari Teater Guriang menerangkan bahwa selain melakukan pelestarian sastra lisan di Kanekes sesuai dengan konteks dan fungsi sastra tersebut, pengembangan sastra lisan yang adaptif dengan perkembangan zaman juga perlu dilakukan.

“Inovasi dan kreativitasnya, itu bisa kembali pada kemampuan guru dan siswa di sekolah. Bisa menggunakan pendekatan seni musik, teater, atau juga tari. Dengan begitu, pupulih dan dongeng khas dari daerah bisa dikemas lebih menarik, khususnya untuk disajikan ke generasi muda,” ungkap Majid.

Pertunjukan yang berlangsung selama sehari tersebut juga ditindaklanjuti dengan penyusunan bahan ajar sebagai pedoman untuk implementasi pengajaran pupulih di sekolah. Harapannya, upaya pelindungan sastra lisan melalui pelatihan guru dan pementasan ini dapat terus diimplementasikan oleh sekolah-sekolah dengan melibatkan MGMP bahasa daerah, MGMP seni budaya, dan sanggar/komunitas teater.

Salah satu pengajar dari MGMP Bahasa Sunda yang turut hadir menyaksikan kegiatan tersebut menyambut baik rencana pengembangan pupulih.

“Pupulih sebagai sastra lisan masyarakat Banten yang dikembangkan dengan kreatif dan inovatif bisa menjadi sarana edukasi menarik untuk anak-anak. Ini jadi salah satu upaya pelindungan sastra lisan yang relevan dengan generasi muda,” ungkap Wildan Fisabililhaq, guru Bahasa Sunda yang mengapresiasi pertunjukan tersebut. (Dhe/rls)