KURUNGBUKA.com – Nama yang terlalu lama muncul dalam lembaran sastra, bahasa, dan sejarah: M Yamin. Yang belajar di sekolah mengingatnya sebagai tokoh yang berurusan dengan corak puisi modern berbahasa Melayu pada masa 1920-an. Maka, gubahannya tampil dalam buku pelajaran. Selanjutnya, ada yang memujinya melalui peristiwa Kongres Pemuda II (1928). Ia diyakini yang membuat teks Sumpah Pemuda. Artinya, ia sangat berperan dalam kemajuan bahasa Indonesia. Apakah ia yang paling paham bahasa Indonesia. Ada pihak yang menganggap Sutan Takdir Alisjahbana berperan besar ketimbang Yamin. Yang bikin heboh lagi, Yamin menulis buku-buku biografi yang menggeliatkan sejarah di Indonesia. Orang-orang pernah membaca bukunya tentang Diponegoro dan Gajah Mada.
Ia berasal dari Sumatra tapi sering menulis tentang segala hal di Jawa. Pada saat remaja beranjak dewasa, ia memang tinggal di Jawa. Konon, selama tinggal di Solo, ia gandrng Jawa dan membesarkan nasionalisme. Panggung terpenting tentu Batavia. Ia menjadi sosok yang dapat menjadi panutan awal: awalnya bersastra, akhirnya berpolitik. Pada suatu masa, ia dekat dengan Soekarno. Di kepustakaan lama, Yamin sibuk membahasa proklamasi dan konstitusi. Apa ia lupa menulis puisi seperti saat masih remaja?
Yang ingin mengingat atau mengenal lebih dekat Yamin bisa membaca artikel berjudul “Muhammad Yamin, Sang Pujangga” yang ditulis Bakri Siregar. Tulisan dimuat dalam Prisma edisi Maret 1982. Yamin yang masih terkenang dan diakui menentukan babak-babak sejarah sastra, bahasa, dan sejarah di Indonesia. Yamin yang pernah dikagumi akhirnya ketahuan “membual” atau menggunakan jurus ngawur. Pada masa orang-orang melek bacaan dan mengusut sejarah, Yamin mendapat bantahan dan serangan. Namun, ia telanjur memberi banyak buku, yang dulu dipelajari dan dianggap “benar”.
Bakrie Siregar menerangkan: “Bagaikan paradoks menyatakan bahwa posisi Yamin yang paling mantao adalah dalam bidang sastra sebagai penyair karena prestasinya sebenarnya tidak cukup berbobot walaupun dia ditonjolkan sebagai salah seorang sastrawan kita yang terkemuka. Tapi artinya penting karena peranan kepeloporan Yamin dalam melaksanakan pembaharuan sastra, terutama puisi Indonesia, dalam awal tahun dua puluan…” Bakri Siregar yang pernah menulis buku sejarah sastra di Indonesia yang berselera kiri tetap mengakui Yamin sebagai pelopor.
Ada beberapa puisi gubahan Yamin yang sering dijadikan awalan imajinasi Indonesia atau Tanah Air. Yamin menulis puisi yang perlahan mendapat bobot (imajinasi) sejarah berkaitan peristiwa-peristiwa yang terjadi di tanah jajahan. Yamin seperti tokoh yang “beruntung”. Artinya, ia serung berada dalam peristiwa-peristiwa yang menentukan sejarah, terutama 1928 dan 1938. Kita harus memberi penjelasan bahwa Yamin juga terlibat dalam Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, 1938.
Usaha menghormatinya pernah terjadi dalam kesusastraan. Yang disampaikan Bakri Siregar: “Jasa Yamin kiranya yang mendorong pemberian Hadiah Sastra Yamin sesusah Yamin tutup usia, untuk karya-karya sastra terbaik, yang pada waktu itu dinilai berdasarkan kriteria pengabdian kepada Manipol (1964).” Keterangan yang sangat penting bagi kita yang tergoda membuat catatan mengenai sejarrah dan perkembangan penghargaan atau anugerah sastra di Indonesia, dari masa ke masa.
Para pengarang yang menerima Hadiah Sastra Yamin: Toha Mochtar, Trisnojuwono, dan Pramoedya Ananta Toer. Pemberian hadiah yang terganjal sejarah. Pada masa yang berbeda, kita makin menjauh dari Yamin. Namanya tetap tercatat dalam buku-buku sastra, bahasa, dan sejarah. Namun, perhatian yang diberikan terus berkurang. Pengecualian adalah para kolektor buku yang berharap mendapat buku-buku lawas yang ditulis Yamin.
Yang belajar sastra tidak boleh melupakan nama Yamin. Pada masa 1920-an, ia terbukti berjasa dalam sastra. Namun, ada yang lebih mengingat Roestam Effendi dengan Pertjikan Permenoengan untuk mengingat puisi di Indonesia masa 1920-an. Padahal, puisi gubahan Muhammad Yamin sering terdapat dalam buku pelajaran dan muncul dalam ujian.
Yang bikin prihatin, penulisan buku biografi Yamin yang diterbtikan Depdikbud tidak membuat kita menghormatinya secara pantas. Beruntungnya, ada buku cukup memikat yang ditulis Restu Gunawan dan buku yang disusun oleh Tempo. Yang harus dipikirkan lagi adalah menerbitkan seri lengkap buku-buku Yamin. Jangan lupa, ia juga tampil sebagai penerjemah, yang membuat sastra Indonesia berani maju dan bergaul dengan sastra dunia.
*) Image by dokumentasi pribadi Bandung Mawardi (Kabut)
Dukung Kurungbuka.com untuk terus menayangkan karya-karya penulis terbaik dari Indonesia. Khusus di kolom ini, dukunganmu sepenuhnya akan diberikan kepada penulisnya. >>> KLIK DI SINI <<<







